Sabtu, 05 Mei 2012

Kasih Sayang Seorang Ibu

    Saat kau berumur 15 tahun, dia pulang kerja ingin memelukmu.
    Sebagai balasannya, kau kunci pintu kamarmu.
    Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kau mengemudi mobilnya.
    Sebagai balasannya, kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa peduli kepentingannya.
    Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telepon yang penting.
    Sebagai balasannya, kau pakai telepon nonstop semalaman.
    Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus SMA.
    Sebagai balasannya, kau berpesta dengan temanmu hingga pagi.
    Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama.
    Sebagai balasannya, kau minta diturunkan jauh dari pintu gerbang agar kau tidak malu di depan teman-temanmu.
    Saat kau berumur 20 tahun, dia bertanya, �Dari mana saja seharian ini?�
    Sebagai balasannya, kau jawab, �Ah Ibu cerewet amat sih, ingin tahu urusan orang!�
    Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus untuk karirmu di masa depan. Sebagai balasannya, kau katakan, �Aku tidak ingin seperti Ibu.�
    Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus perguruan tinggi.
    Sebagai balasannya, kau tanya dia kapan kau bisa ke Bali.
    Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1 set furniture untuk rumah barumu.
    Sebagai balasannya, kau ceritakan pada temanmu betapa jeleknya furniture itu.
    Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencananya di masa depan.
    Sebagai balasannya, kau mengeluh, �Bagaimana Ibu ini, kok bertanya seperti itu?�
    Saat kau berumur 25 tahun, dia mambantumu membiayai pernikahanmu.
    Sebagai balasannya, kau pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500 km.
    Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan beberapa nasehat bagaimana merawat bayimu. Sebagai balasannya, kau katakan padanya,�Bu, sekarang jamannya sudah berbeda!�
    Saat kau berumur 40 tahun, dia menelepon untuk memberitahukan pesta ulang tahun salah seorang kerabat. Sebagai balasannya, kau jawab, �Bu, saya sibuk sekali, nggak ada waktu.�
    Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu.
    Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negatif orang tua yang menumpang tinggal di rumah anak-anaknya.
    Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang. Dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan, karena mereka datang menghantam HATI mu bagaikan palu godam.
    JIKA BELIAU MASIH ADA, JANGAN LUPA MEMBERIKAN KASIH SAYANGMU LEBIH DARI YANG PERNAH KAU BERIKAN SELAMA INI DAN JIKA BELIAU SUDAH TIADA, INGATLAH KASIH SAYANG DAN CINTANYA YANG TULUS TANPA SYARAT KEPADAMU.




    KIRIM/POST KE WALL ANDA ATAU TEMAN-TEMAN:

    Untuk memilih beberapa teman sekaligus, tekan tombol CTRL
    sambil menekan tombol kanan mouse.
    Jumlah yang dipilih:
    0 orang.

Pancake Buat Tuhan

    Brandon bocah berumur 6 tahun. Suatu hari sabtu pagi, dimana biasanya orang tuanya tidak bekerja dan tidur sampai agak siang, Brandon menyiapkan sebuah kejutan. Ia berencana membuat pancake. Ia mengambil sebuah mangkuk besar, sendok, menggeser kursi ke pinggir meja, dan menarik sebuah tupperware berisi tepung yang berat, menumpahkan sebagian isinya ke lantai.
    Lalu ia mengambil tepung itu dengan tangannya, sebagian berserakan di meja makan, lalu mengaduknya dengan susu dan gula sehingga bekas adonan berceceran di sekelilingnya. Ditambah lagi dengan beberapa telapak kaki kucingnya yang ingin tahu apa yang sedang terjadi. Brandon tampak tertutup dengan tepung dan kelihatan sangat frustasi. Yang dia inginkan hanya membuat sesuatu untuk menyenangkan mama dan papanya. Tapi kelihatannya yang terjadi malah sangat amat buruk.
    Dia sekarang tidak tahu harus berbuat apa, apakah memasukkan adonan ke dalam oven atau dibakar di perapian. Lagipula dia tidak tahu cara menyalakan api di kompor atau di oven. Tiba-tiba dia melihat kucingnya menjilati isi adonannya dan secara reflek mendorong si kucing agar tidak memakan adonan itu.
    Si kucing terlempar, membawa serta beberapa butir telur mentah yang ada di meja. Dengan cemas ia berusaha membersihkan telur yang pecah itu, tetapi justru terpeleset karena licinnya lantai yang kini dipenuhi dengan tepung, membuat pakaian tidurnya putih dan lengket. Dan saat itu jugalah dia melihat papa berdiri di dekat pintu. Air mata akhirnya berjatuhan di pipi Brandon. Yang ingin dia lakukan adalah berbuat baik, tetapi justru kekacauan yang luar biasa yang ia buat. Kini ia hanya dapat pasrah menantikan omelan, jeweran atau mungkin malah pukulan. Tetapi papa hanya memandang dia. Lalu berjalan melewati semua kotoran yang ia buat, mengangkat dan menggendong anaknya yang kini sedang menangis sehingga baju tidur papa ikut menjadi kotor.
    Papa memeluk dan mencium Brandon.
    Begitulah Tuhan berperkara dengan kita. Kita ingin berbuat sesuatu yang baik, tetapi malah kekacauan yang kita hasilkan. Pernikahan menjadi kacau, sahabat karib bertengkar, kita tidak tahan dengan keadaan di tempat kerja, kesehatan kita memburuk. Semua ini terjadi justru karena kita ingin berbuat yang baik. Kadang kala yang tersisa hanya tangisan karena tidak ada lagi yang dapat kita lakukan. Di situlah saatnya kita menerima kasih dan pelukan Tuhan.
    Bila anda merasakan kasih Tuhan mengetuk di pintu hati anda hari ini, jangan menolakNya.




    KIRIM/POST KE WALL ANDA ATAU TEMAN-TEMAN:

    Untuk memilih beberapa teman sekaligus, tekan tombol CTRL
    sambil menekan tombol kanan mouse.
    Jumlah yang dipilih:
    0 orang.

Memperbaiki Boneka



    Liping, gadis kecil disuruh ibunya ke toko 7 Evelen dekat rumahnya untuk membeli sesuatu, dengan pesanan untuk segera kembali ke rumah setelah membeli barang yang dimaksud. Namun sejam...dua jam kini telah berlalu. Liping belum juga kembali dan hal ini membuat ibunya penasaran dan cemas.
    "Ke mana saja engkau pergi?" Tanya ibunya dengan teriakan keras ketika Liping akhirnya muncul di depan pintu.
    "Mami...maafkan Liping. Aku tahu kalau aku terlambat pulang." Kata Liping penuh penyesalan. "Tapi...tadi boneka Lingling, teman Liping, rusak. Aku harus membantunya memperbaiki boneka itu." Lanjut Liping menjelaskan.
    "Engkau membantu Lingling memperbaiki bonekanya? Bagaimana caranya engkau memperbaikinya?" Lanjut ibunya dengan penuh rasa heran.
    "Jujur bu...,saya tak mampu perbaiki bonekanya...saya hanya duduk di samping Lingling dan menangis bersamanya." Lanjut Liping.
    Tertawalah bersama mereka yang tertawa dan menangislah bersama mereka yang menangis.
    Sahabat adalah ia yang senantiasa berada di sampingku, bahkan juga di saat ketika dunia seakan mati.




    KIRIM/POST KE WALL ANDA ATAU TEMAN-TEMAN:

    Untuk memilih beberapa teman sekaligus, tekan tombol CTRL
    sambil menekan tombol kanan mouse.
    Jumlah yang dipilih:
    0 orang.

Kasih Yang Terbesar



    Suatu pagi yang sunyi di Korea, di suatu desa kecil, ada sebuah bangunan kayu mungil yang atapnya ditutupi oleh seng-seng. Itu adalah rumah yatim piatu di mana banyak anak tinggal akibat orang tua mereka meninggal dalam perang.
    Tiba-tiba, kesunyian pagi itu dipecahkan oleh bunyi mortir yang jatuh di atas rumah yatim piatu itu. Atapnya hancur oleh ledakan, dan kepingan-kepingan seng mental ke seluruh ruangan sehingga membuat banyak anak yatim piatu terluka.
    Ada seorang gadis kecil yang terluka di bagian kaki oleh kepingan seng tersebut, dan kakinya hampir putus. Ia terbaring di atas puing-puing ketika ditemukan, P3K segera dilakukan dan seseorang dikirim dengan segera ke rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan.
    Ketika para dokter dan perawat tiba, mereka mulai memeriksa anak-anak yang terluka. Ketika dokter melihat gadis kecil itu, ia menyadari bahwa pertolongan yang paling dibutuhkan oleh gadis itu secepatnya adalah darah. Ia segera melihat arsip yatim piatu untuk mengetahui apakah ada orang yang memiliki golongan darah yang sama. Perawat yang bisa berbicara bahasa Korea mulai memanggil nama-nama anak yang memiliki golongan darah yang sama dengan gadis kecil itu.
    Kemudian beberapa menit kemudian, setelah terkumpul anak-anak yang memiliki golongan darah yang sama, dokter berbicara kepada grup itu dan perawat menerjemahkan, "Apakah ada di antara kalian yang bersedia memberikan darahnya utk gadis kecil ini?" Anak-anak tersebut tampak ketakutan, tetapi tidak ada yang berbicara. Sekali lagi dokter itu memohon, "Tolong, apakah ada di antara kalian yang bersedia memberikan darahnya utk teman kalian, karena jika tidak, ia akan meninggal!"
    Akhirnya, ada seorang bocah laki-laki di belakang mengangkat tangannya dan perawat membaringkannya di ranjang untuk mempersiapkan proses transfusi darah.
    Ketika perawat mengangkat lengan bocah untuk membersihkannya, bocah itu mulai gelisah. "Tenang saja," kata perawat itu, "Tidak akan sakit kok." Lalu dokter mulai memasukan jarum, ia mulai menangis. "Apakah sakit?" tanya dokter itu. Tetapi bocah itu malah menangis lebih kencang. "Aku telah menyakiti bocah ini!" kata dokter itu dalam hati dan mencoba untuk meringankan sakit bocah itu dengan menenangkannya, tetapi tidak ada gunanya.
    Setelah beberapa lama, proses transfusi telah selesai dan dokter itu minta perawat untuk bertanya kepada bocah itu. "Apakah sakit?"
    Bocah itu menjawab, "Tidak, tidak sakit."
    "Lalu kenapa kamu menangis?", tanya dokter itu.
    "Karena aku sangat takut untuk meninggal" jawab bocah itu.
    Dokter itu tercengang! "Kenapa kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal?"
    Dengan air mata di pipinya, bocah itu menjawab, "Karena aku kira untuk menyelamatkan gadis itu aku harus menyerahkan seluruh darahku!"
    Dokter itu tidak bisa berkata apa-apa, kemudian ia bertanya, "Tetapi jika kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal, kenapa kamu bersedia untuk memberikan darahmu?"
    Sambil menangis ia berkata, "Karena ia adalah temanku, dan aku mengasihinya!"




    KIRIM/POST KE WALL ANDA ATAU TEMAN-TEMAN:

    Untuk memilih beberapa teman sekaligus, tekan tombol CTRL
    sambil menekan tombol kanan mouse.
    Jumlah yang dipilih:
    0 orang.

Kisah Sebuah Pohon Apel



    Suatu ketika, hiduplah sebuah pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
    Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.
    Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
    Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
    "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu.
    "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."
    Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu."
    Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
    Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang . "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel.
    "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?"
    "Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel.
    Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
    Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi denganku," kata pohon apel.
    "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?"
    "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah."
    Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
    Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.
    "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu.
    "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel.
    "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu.
    "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
    "Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang ," kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."
    "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."
    Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.
    Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
    Pohon apel itu adalah orang tua kita.
    Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
    Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.
    Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.




    KIRIM/POST KE WALL ANDA ATAU TEMAN-TEMAN:

    Untuk memilih beberapa teman sekaligus, tekan tombol CTRL
    sambil menekan tombol kanan mouse.
    Jumlah yang dipilih:
    0 orang.

Kerang dan Mutiara

    Malam ini angin berhembus lembut, permukaan laut tenang , ada sedikit cahaya rembulan menerobos masuk ke dasar laut dimana seekor kerang sedang duduk menikmati suasana temaram dan tenang. Gelombang lembut di dasar laut sana membawa pasir-pasir menari mengikuti arus bermain. Sebutir pasir masuk ke dalam tubuh kerang, membuat sang kerang kaget. Heiii, siapakah kau gerangan , sang kerang bertanya. Aku adalah pasir, gelombang lautlah yang membawa aku ketempatmu. Siapakah kau ? tanya sang pasir. Aku kerang, penghuni dasar lautan ini. Demikianlah perkenalan sang kerang dengan butir pasir tersebut.
    Perkenalan tersebut pada awalnya hampa rasanya, mungkin hanya ibarat sebutir pasir besarnya. Sampai suatu saat, sang dewi rembulan melihat persahabatan yang hampa tersebut. Sang dewi berkata, wahai kerang tidakkah kau dapat lebih mencurahkan rasa persahabatan mu pada butir pasir lembut tersebut, dia begitu kecil dan lembut. Mulai sekarang biar aku mengajarkan bagaimana rasa persahabatan itu agar hidupmu lebih berarti. Dengan lembut sang dewi mengajarkan, tidak sia-sia apa yang diajakan sang dewi rembulan, persahabatan antara sang kerang dengan butir pasir lembut tersebut berbuah hasil. Ada canda, ada tawa, mereka berbagi masalah. Persahabatan itu telah merubah butir pasir lembut tersebut menjadi sebutir mutiara muda yang berwarna putih. Warna putih tersebut merupakan warisan sang dewi rembulan kepada mereka.
    Disuatu siang yang terik , pada saat mereka sedang berbagi rasa di dasar laut yang berselimut pasir putih. Tiba-tiba mereka mendengar seruan � hai sahabat, apa yang sedang kalian lakukan ? Sang kerang menjawab �siapa kah engkau gerangan ? �
    Wahai kerang tidakkah engkau mengenali aku ? aku Surya, dewa penguasa matahari yang menyinari seluruh bumi di siang hari. Aku melihat persahabatan mu dan mutiara muda itu tulus sekali. Sang kerang menjawab, itu merupakan hasil didikan dewi rembulan yang lembut dan penuh cinta kasih. � Kalau begitu, biar aku lengkapi ajaran sang dewi, biar aku ajarkan kepada kalian tentang hangatnya cinta�,jawab sang matahari.
    Seiring terbit dan tenggelamnya mentari, sang raja surya memupuk sang kerang dan mutiara muda dengan perasaan cinta. Jatuh cintalah sang kerang dengan mutiara muda itu. Mutiara muda itu sekarang menjadi sebutir mutiara putih bersih dan berkilau mewarisi sifat sang dewa surya, dan dibalut dengan cinta sang kerang, indah sekali.
    Hidup sang kerang dan butir mutiara itu indah sekali, cinta mereka tulus, berbagai duka, suka , mereka lalui bersama. Tidak ada hari-hari seindah hari-hari yang mereka lalui.
    Suatu hari seekor ikan yang lewat berkata kepada sang butir mutiara � wahai mutiara elok, tahun depan Raja dari kerajaan di sebarang sana akan mengadakan pemilihan mutiara terindah, tidakkah kau tertarik untuk mengikutinya, rupamu elok, aku yakin raja akan memilihmu� kata sang ikan
    �Benarkah begitu ?� tanya sang mutiara. �Aku akan menyampaikan kabar gembira ini pada sang kerang kekasihku �, sambung sang mutiara.
    Mulai saat itu sang mutiara rajin mempercantik diri, sang kerang juga memberinya semangat dan dorongan. Namun sang kerang tidak menyadari, keinginan besar sang mutiara untuk menang telah merubah sikap sang mutiara. Sampai suatu hari mutiara tersebut berkata kepada sang kerang � wahai kekasihku kerang, perlombaan itu hampir tiba saatnya, aku ingin keluar sebagai pemenang, aku ingin mencapai cita-citaku, adalah lebih baik mulai saat ini kau menjadi temanku saja, bukan seorang kekasih. Aku ingin mencurahkan seluruh perhatianku untuk lomba itu, aku tidak mau terganggu� .
    Kata-kata tersebut melukai perasaan sang kerang, airmata jatuh� �kenapa kau melakukan ini padaku, aku menyayangimu dengan segenap hatiku,tidakkah engkau tau perasaanku, aku memang tidak mudah mengungkapkan perasaanku, aku kaku laksana kulitku yang keras, tapi mengapa �.. ?�
    �Kerang yang baik, untuk apa engkau menangis, aku akan tetap menjadi sahabatmu, aku tetap akan menjaga hubungan kita� kata sang mutiara
    Akhirnya tiba waktu perlombaan tersebut, sang raja langsung jatuh hati kepada butir mutiara tadi. �Inilah mutiara terindah yang pernah aku jumpai, aku memilihnya� kata sang raja. Akhirnya mutiara tersebut bersanding menjadi liontin sang raja. Setiap hari sang raja mengaguminya.
    Sang mutiara telah melupakan sang kerang, sang mutiara asik melayani sang raja. Tinggallah sang kerang yang kembali duduk di keheningan di dasar laut sana, sepi,hampa hidup sang kerang itu. Setiap hari ia menunggu sang angin menyampaikan kabar dari sang mutiara, satu hari, dua hari,seminggu tidak ada kabar dari sang mutiara. �Biarlah aku menitip pesanku pada sang angin untuk mutiaraku� pikir sang kerang.
    �Wahai angin, sampaikan rasa rinduku pada mutiaraku yang ada di negeri seberang sana� pekik sang kerang. Sang angin menyampaikan pesan tersebut. Namun apa kata sang mutiara indah � angin, sampaikan kepada sang kerang, jangan ganggu aku,aku sibuk sekali melayani sang raja,dan sampaikan juga padanya untuk mencari mutiara lain saja�.
    Kabar ini membuat sang kerang sedih, namun dalam kesedihannya rasa sayang sang kerang terhadap sang mutiara mengalahkan rasa kecewanya, ia tetap berdoa pada Ilahi agar sang mutiara berbahagia.
    Nah sahabat dalam kehidupan nyata ini banyak persahabatan yang berakhir dengan sebuah hubungan cinta, jika kedua belah pihak punya komitmen,dan mau menanggung duka dan suka bersama-sama, hubungan itu bisa berakhir dengan sebuah jenjang pernikahan yang suci. Namun bisa juga percintaan itu berakhir dengan sebuah permusuhan yang mengakibatkan kedua belah pihak atau salah satunya terluka, kalaupun cinta itu dapat berakhir lagi dengan sebuah persahabatan, percayalah rasa persahabatan itu akan lain, akan hambar. Luka dari cinta itu Cuma bisa disembuhkan oleh waktu. Apakah anda memilih menjadi kerang tersebut atau mutiara indah tersebut ? Terserah anda.




    KIRIM/POST KE WALL ANDA ATAU TEMAN-TEMAN:

    Untuk memilih beberapa teman sekaligus, tekan tombol CTRL
    sambil menekan tombol kanan mouse.
    Jumlah yang dipilih:
    0 orang.

Jenny dan Kalung Permata



    Sebuah kisah kecil tentang seorang gadis mungil berumur lima tahun. Setelah menabung sekian waktu dan setelah menampung uang sebesar dua dollar, akhirnya ia berhasil membeli seutas kalung permata dari sebuah kios kecil di samping rumahnya, sebuah kalung tiruan.
    Jenny, demikian nama gadis cilik ini, sungguh amat mencintai kalung permata tersebut. Ia merasa bahwa permata tersebut telah membuatnya nampak bagaikan seorang bidadari. Ia akan mengenakan kalung tersebut dalam kesempatan apapun, entah ke sekolah minggu, ke sekolah Taman Kanak-kanak, bahkan juga di saat tidur malam.
    Jenny memiliki seorang ayah yang sangat mencintainya. Setiap malam saat Jenny siap tidur malam, ayahnya akan melepaskan kegiatan apa saja yang sedang dilakukannya dan duduk di samping ranjang Jenny membacakan cerita dongeng baginya. Suatu malam, setelah membacakan dongeng baginya, sang ayah bertanya;
    "Jenny, apakah engkau mencintai daddy?"
    "Oh Daddy�, daddy pasti tahu bahwa saya sungguh mencintai daddy.�"
    "Nah kalau Jenny mencintai daddy, berikan kalung "permata itu buat daddy.� Demikian pinta ayahnya.
    "Oh... Tidak!! Daddy bisa ambil boneka kuda yang ada di atas meja sana, kuda dengan ekor berwarna pink itu. Kuda itu salah satu kesayangan saya, tapi saya rela berikan itu untuk daddy." Demikian jawab Jenny.
    "Oh sayang� Nggak apa-apa. Daddy mencintaimu! Selamat tidur yah!" Kata ayahnya samping mengecup pipi puterinya.
    Kira-kira minggu berikutnya, setelah membacakan dongeng buat Jenny, sang ayah sekali lagi bertanya;
    "Jenny, apakah engkau mencintai daddy?"
    "Daddy, daddy tahu bahwa Jenny mencintai daddy?"
    "Kalau demikian, berikan kalung permata itu buat daddy."
    "Oh tidak daddy. Daddy boleh ambil boneka atau apa saja yang lain tetapi bukan kalung ini. Ambil aja 'baby-wawa' yang berdiri di sana. Jangan lupa kenakan gaun merah muda buatnya karena ia nampak cantik mengenakan gaun itu." Demikian jawab Jenny.
    "Oh� Nggak apa-apa sayang. Daddy mencintaimu." Kata sang ayah sambil mengecup keningnya.
    Beberapa malam berikutnya. Ketika sang ayah memasuki kamar Jenny, didapatinya Jenny sedang duduk bersila di atas ranjangnya. Ketika ia datang mendekat, sang ayah bisa melihat bahwa dada Jenny kini berguncang keras dan sebutir air mata meluncur jatuh di pipinya.
    "Jenny, apa yang sedang terjadi pada dirimu?"
    Tanpa mengatakan sepatah katapun Jenny mengangkat kedua tangannya yang sedang terkatup ke arah ayahnya. Dan ketika ia membuka tangannya, terlihatlah gemerlapan kalung perak di tangannya. "Daddy, ambillah ini. Ini untukmu." Kata Jenny di sela-sela tangisnya.
    Dengan penuh haru sang ayah menerima kalung permata murahan itu sambil tangan yang lain mengeluarkan kalung permata sungguhan dari dalam sakunya dan memberikannya kepada puterinya. Ia tahu bahwa sang putrinya nampak cantik saat mengenakan kalung permata murahan itu dan sungguh mencintainya.
    Sang ayah ingin memberikannya dengan kalung permata asli. Kalung tersebut senantiasa dibawanya dalam sakunya, namun ia hanya akan memberikan kalung itu kepada Jenny saat ia rela meninggalkan kalung tiruan dan murahan yang sedang dikenakannya.
    Hanya ketika "Jenny" rela meninggalkan yang tidak real, ia akan diberi sesuatu yang real.




    KIRIM/POST KE WALL ANDA ATAU TEMAN-TEMAN:

    Untuk memilih beberapa teman sekaligus, tekan tombol CTRL
    sambil menekan tombol kanan mouse.
    Jumlah yang dipilih:
    0 orang.