Sepasang suami dan istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Ketika mereka
membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam
"Hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??"
Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah perangkap tikus. Sang
tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak
"Ada Perangkap Tikus di rumah!!! Di rumah sekarang ada perangkap tikus!!"
Ia mendatangi ayam dan berteriak
"Ada perangkap tikus"
Sang Ayam berkata
"Tuan Tikus..., Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap
diriku"
Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak. Lalu sang Kambing
pun berkata
"Aku turut bersimpati... tapi maaf, tidak ada yang bisa aku lakukan"
Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama.
"Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali"
Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata
"Ahhh... perangkap tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku"
Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan
menghadapi bahaya sendiri.
Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya
yang berbunyi. Menandakan perangkapnya telah memakan korban. Namun ketika melihat
perangkap tikusnya, seekor ular berbisa telah terjebak di sana. Ekor ular yang
terjepit membuatnya semakin ganas dan menyerang istri si Petani. Walaupun sang
Suami berhasil membunuh ular tersebut, namun sang istri tidak sempat tergigit
dan teracuni oleh bisa ular tersebut.
Setelah beberapa hari di rumah sakit, sang isteri sudah diperbolehkan pulang.
Namun selang beberapa hari kemudian demam tinggi yang tak turun-turun juga.
Atas saran kerabatnya, ia membuatkan isterinya sup ayam untuk menurunkan demamnya.
Semakin hari bukannya semakin sembuh, justru semakin tinggi demam isterinya.
Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya
untuk diambil hatinya.
Masih! Istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia.
Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga ia harus menyembelih
sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat. Dari kejauhan Sang Tikus
menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat perangkap
tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi di rumah itu.
Pesan moral:
Ketika anda mendengar seseorang sedang dalam kesulitan/masalah dan anda mengira
itu bukan urusan anda, maka pikirkanlah sekali lagi...
Ada seorang pemecah batu yang melihat seorang kaya.
Iri dengan kekayaan orang itu, tiba-tiba ia berubah menjadi orang kaya.
Ketika ia sedang bepergian dengan keretanya, ia harus memberi jalan kepada
seorang pejabat.
Iri dengan status pejabat itu, tiba-tiba ia berubah menjadi seorang pejabat.
Ketika ia meneruskan perjalanannya, ia merasakan panas terik matahari.
Iri dengan kehebatan matahari, tiba-tiba ia berubah menjadi matahari.
Ketika ia sedang bersinar terang, sebuah awan hitam menyelimutinya.
Iri dengan selubung awan, tiba-tiba ia berubah menjadi awan.
Ketika ia sedang berarak di langit, angin menyapunya.
Iri dengan kekuatan angin, tiba-tiba ia berubah menjadi angin.
Ketika ia sedang berhembus, ia tak kuasa menembus gunung.
Iri dengan kegagahan gunung, tiba-tiba ia berubah menjadi gunung.
Ketika ia menjadi gunung, ia melihat ada orang yang memecahnya.
Iri dengan orang itu, tiba-tiba ia terbangun sebagai pemecah batu.
Ternyata itu semua hanya mimpi si pemecah batu.
Karena kita semua saling terkait dan saling tergantung, tidak ada yang betul-betul
lebih tinggi atau lebih rendah. Kehidupan ini baik-baik saja... sampai kita
mulai membanding-bandingkan.
Kebahagiaan sejati tidaklah terkondisi oleh apa pun.
Anton adalah seorang anak yang memiliki tabiat yang kurang baik. Gampang sekali
marah, memaki, ataupun mengomel, kepada siapa saja.
Suatu hari ayahnya memberikan sekantung paku seraya berpesan, setiap kali Anton
marah, memaki atau mengomel, ia harus menancapkan sebuah paku pada kayu pagar
belakang rumah.
Di hari pertama saja, Anton menancapkan 27 paku.
Hari demi hari berikutnya ia mampu mengurangi jumlah paku yang mesti ditancapkan.
Lama-lama ia menjadi sadar, bahwa ternyata lebih mudah mengendalikan emosinya
daripada harus menancapkan paku di pagar belakang rumah.
Ia melaporkan hal itu pada sang ayah.
Setelah itu ayahnya menyarankan, mulai sekarang Anton diharuskan mencopot kembali
satu paku setiap kali ia berhasil mengendalikan emosinya.
Pada akhirnya Anton berhasil mencopot semua paku yang tertancap pada kayu pagar
tersebut.
Sang ayah kemudian menggandeng Anton melihat pagar kayu.
"Kau telah melakukan sesuatu yang baik anakku. Namun, lihatlah kayu besar
ini sekarang berlubang-lubang, tidak mulus lagi. Inilah cermin hidup.
Setiap kemarahan, kegusaran, akan menimbulkan bekas luka di hati orang. Persis
seperti bekas-bekas lubang paku pada kayu ini.
Betapapun kita berkali-kali minta maaf, luka itu masih ada."
"Setiap kemarahan akan membuatmu menjadi lebih kecil, sementara memaafkan
akan mendorongmu untuk berkembang jauh melebihi ukuranmu."
Ada sebuah cerita Cina kuno tentang seorang laki-laki tua yang sikapnya dalam
memandang kehidupan berbeda sama sekali dengan orang-orang lain di desanya.
Rupanya laki-laki tua ini hanya mempunyai seekor kuda, dan pada suatu hari
kudanya kabur. Para tetangganya datang dan menaruh belas kasihan kepadanya,
mengatakan kepadanya betapa mereka ikut sedih karena kemalangan yang menimpanya.
Jawabannya membuat mereka heran.
"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemalangan?" dia bertanya.
Beberapa hari kemudian kudanya pulang, dan ikut bersamanya dua ekor kuda liar.
Sekarang si laki-laki tua punya tiga ekor kuda. Kali ini, tetangga-tetangganya
mengucapkan selamat atas kemujurannya.
"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemujuran?" dia menjawab.
Pada hari berikutnya, sementara sedang berusaha menjinakkan salah seekor kuda
liar, anak laki-lakinya jatuh dan kakinya patah.
Sekali lagi, para tetangga datang, kali ini untuk menghibur si laki-laki tua
karena kecelakaan yang menimpa anaknya.
"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemalangan?" dia bertanya.
Kali ini, semua tetangganya menarik kesimpulan bahwa pikiran si tua kacau dan
tidak ingin lagi berurusan dengannya.
Walaupun demikian, keesokan harinya penguasa perang datang ke desa dan mengambil
semua laki-laki yang sehat untuk dibawa ke medan pertempuran. Tetapi anak si
laki-laki tua tidak ikut diambil, sebab tubuhnya tidak sehat!
Kita semua akan menghayati kehidupan yang lebih tenang kalau kita tidak terlalu
tergesa-gesa memberikan penilaian kepada peristiwa yang tejadi. Bahkan apa yang
paling kita benci, dan yang masih menimbulkan reaksi negatif kalau terpikirkan
oleh kita, mungkin memainkan peranan positif dalam hidup kita.
(be proactive: perbesar ruang jeda antara stimulus dan respons..... :)
Seorang Ibu Guru taman kanak-kanak (TK) mengadakan sebuah ”permainan”.
Ibu Guru menyuruh tiap muridnya membawa kantong plastik transparan 1 buah dan
kentang. Masing-masing kentang tersebut diberi nama berdasarkan nama orang yang
dibenci, sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa.... tergantung jumlah
orang-orang yang dibenci.
Pada hari yang disepakati masing-masing murid membawa kentang dalam kantong
plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah
guru mereka tiap-tiap kentang diberi nama sesuai nama orang yang dibenci. Murid-murid
harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi,
bahkan ke toilet sekalipun, selama 1 minggu.
Hari berganti hari, kentang-kentang pun mulai membusuk, murid-murid mulai mengeluh,
apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat, baunya juga tidak sedap.
Setelah 1 minggu murid-murid TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka
akan segera berakhir.
Ibu Guru: “Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu ?”
Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa
nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut kemanapun mereka pergi.
Gurupun menjelaskan apa arti dari “permainan” yang mereka lakukan.
Ibu Guru: “Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila
kita tidak bisa memaafkan orang lain. Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa
kentang busuk kemana pun kita pergi. Itu hanya 1 minggu. Bagaimana jika kita
membawa kebencian itu seumur hidup ? Alangkah tidak nyamannya...”
Suatu ketika, ada seorang
wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut
yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.
Wanita itu berkata: "Aku
tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk
ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut".
Pria berjanggut itu lalu
balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?"
Wanita itu menjawab, "Belum,
dia sedang keluar".
"Oh kalau begitu, kami
tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suami mu kembali", kata pria
itu.
Di waktu senja, saat keluarga
itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya
bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan
pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati
makan malam ini". Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk
masuk ke dalam.
"Maaf, kami semua tak
bisa masuk bersama-sama", kata pria itu hampir bersamaan.
"Lho, kenapa? tanya
wanita itu karena merasa heran.
Salah seseorang pria itu
berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria
berjanggut di sebelahnya, dan "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil
memegang bahu pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-sayang.
Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk ke
rumahmu."
Wanita itu kembali masuk
kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. "Ohho...menyenangkan
sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si KEKAYAAN masuk ke dalam. Aku
ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan."
Istrinya tak setuju dengan
pilihan itu. Ia bertanya, "Sayangku, kenapa kita tak mengundang si KESUKSESAN
saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang
pertanian kita."
Ternyata, anak mereka mendengarkan
percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah.
"Bukankah lebih baik jika kita mengajak si KASIH-SAYANG yang masuk ke dalam?
Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang."
Suami-istri itu setuju dengan
pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak masuk si KASIH-SAYANG ini ke dalam.
Dan malam ini, si KASIH-SAYANG menjadi teman santap malam kita."
Wanita itu kembali ke luar,
dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang?
Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini."
Si KASIH-SAYANG bangkit,
dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho..ternyata, kedua pria berjanggut lainnya
pun ikut serta.
Karena merasa ganjil, wanita
itu bertanya kepada si KEKAYAAN dan si KESUKSESAN. "Aku hanya mengundang
si KASIH-SAYANG yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu berdua ikut juga?"
Kedua pria yang ditanya itu
menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang si KEKAYAAN, atau si KESUKSESAN,
maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si KASIH-SAYANG,
maka, kemana pun Kasih-sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana
ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta.
Sebab, ketahuilah, sebenarnya
kami berdua ini buta. Dan hanya si KASIH-SAYANG yang bisa melihat. Hanya dia
yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka,
kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini."
Di sebuah hutan, tinggallah
seekor serigala pincang. Hewan itu hidup bersama seekor harimau yang besar berbadan
coklat keemasan.
Luka yang di derita serigala,
terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang di kejar pemburu. Sang serigala
berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang telah di bidik
malah mengenai kaki belakangnya.
Kini, hewan bermata liar
itu tak bisa berburu lagi bersama harimau, dan tinggal di sebuah gua, jauh dari
perkampungan penduduk.
Sang harimau pun tahu bagaimana
membalas budi.
Setiap selesai berburu, di
mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walaupun sedikit,
sang serigala selalu mendapat bagian daging hewan buruan.
Sang harimau paham, bahwa
tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah si pemburu.
Sebagai balasannya, sang
serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan
lainnya. Lolongan serigala selalu tampak mengerikan bagi siapapun yang mendengar.
Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok
gua.
Rupanya, peristiwa itu telah
sampai pula ke telinga seorang pertapa.
Sang pertapa, tergerak hatinya
untuk datang, bersama beberapa orang muridnya. Ia ingin memberikan pelajaran
tentang berbagi dan persahabatan, kepada anak didiknya. Ia juga ingin menguji
keberanian mereka, sebelum mereka dapat lulus dari semua pelajaran yang diberikan
olehnya. Pada awalnya banyak yang takut, namun setelah di tantang, mereka semua
mau untuk ikut.
Di pagi hari, berangkatlah
mereka semua. Semuanya tampak beriringan, dipandu sang pertapa yang berjalan
di depan rombongan. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua,
tempat sang harimau dan serigala itu menetap.
Kebetulan, sang harimau baru
saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sebongkah daging kepada serigala.
Melihat kejadian itu, sang
pertapa bertanya bertanya kepada murid-muridnya, “Pelajaran apa yang dapat
kalian lihat dari sana...?”.
Seorang murid tampak angkat
bicara, “Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan
memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya. Karena itu, lebih baik aku berdiam saja,
karena toh Tuhan akan selalu memberikan rezekinya kepadaku lewat berbagai cara.”
Sang pertapa tampak tersenyum.
Sang murid melanjutkan ucapannya,
“Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan
mendapat makanan.”
Selesai bicara, murid itu
kini memandang sang guru. Ia menanti jawaban darinya.
“Ya, kamu tidak salah.
Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu
bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh."
"Berhentilah berharap
menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau!”