LET GO OF DEMAND
Apa sih, yang sebenarnya membuat Anda marah dan kecewa? Apakah
seseorang yang memotong antrian di depan Anda? Pengemudi iseng yang
memprovokasi Anda di jalanan? Komputer yang hanya untuk di-boot saja
terasa begitu lama? Handphone yang harus berganti setiap bulan dua kali
karena terus dicuri? Orang yang mengejek dan mempermainkan Anda? Hujan
sepanjang hari? Tagihan bejibun yang membuat Anda marah sampai ke
ubun-ubun?
Bukan, bukan itu semua. Apa yang membuat Anda marah dan kecewa adalah
"tuntutan yang kekanak-kanakan" dan "ekspektasi yang tidak realistis".
Saat Anda masih bayi, apa yang perlu Anda lakukan untuk mendapatkan
sesuatu, hanyalah berteriak menangis sekencang-kencangnya. Dengan modal
itu, Anda mendapatkan popok yang baru, susu ibu atau susu sapi, atau
barang sepuluh lima belas kerokan pisang ambon untuk dinikmati.
Itulah ciri Anda saat masih helpless dulu. Waktu itu, perilaku
demanding Anda masih bisa diterima. Tapi kini Anda telah dewasa. Anda
bertanggung jawab pada hidup Anda, dan Anda tidak bisa lagi berharap
bahwa dunia akan melayani Anda sebagaimana yang Anda mau. Jika Anda
tetap melakukannya sekarang, itu namanya self-induced misery, alias
penderitaan yang Anda buat sendiri. Berhentilah.
Apa yang perlu Anda lakukan sebenarnya cukup mudah. Anda hanya perlu mengganti demand dan ekspektasi, dengan preferensi.
"Aku sih nggak nuntut suamiku bangun lebih pagi, tapi aku lebih prefer kalo dia memang bisa melakukannya."
Anda akan lebih mengerti, dan Anda akan menjadi orang yang penuh pengertian.
Buanglah Pola Pikir yang Tidak Rasional
"Saya tidak akan pernah berbahagia kecuali dunia melayani Saya seperti yang Saya mau."
Itu tidak rasional. Apa yang bisa Anda kontrol hanyalah diri Anda sendiri.
Bersikaplah Mau Berbahagia
Disadari atau tidak, Anda mungkin tidak ingin berbahagia. Anda bisa
melepaskan apapun dari diri Anda; uang, harta, waktu, energi, dan bahkan
cinta, kecuali satu; penderitaan Anda.
Bahagia haruslah dimulai dari kemauan Anda sendiri. Anda mau bahagia
atau tidak? Secara sadar Anda jelas mau berbahagia. Tapi cobalah selami
kembali alam bawah sadar Anda. Bisa jadi, Anda sendiri yang t idak mau
berbahagia.
Saat Anda merasa marah, itu penderitaan yang tidak membahagiakan.
Lepaskanlah penderitaan Anda, bukan lampiaskan. Bertanyalah pada diri
sendiri, "Bener nih, mau nuker happy sama kemarahan ini?" Perpanjanglah
sumbu Anda supaya Anda bisa membuang penderitaan.
Berhentilah Mengasihani Diri Sendiri
Anda tidak akan menjadi pahlawan hanya dengan menderita. Adalah lebih
heroik jika Anda tetap riang gembira di tengah penderitaan.
Berhentilah Membesar-besarkan
Tak perlu mem-blow-up permasalahan sampai keluar dari proporsinya.
Itu akan melumpuhkan Anda. Belajarlah obyektif dan jadikanlah itu
sebagai motivasi untuk mengambil tindakan.
LET GO OF REGRET
Anda pasti pernah menyesali sesuatu tentu saja. Wong kita ini manusia
kok. Itu, sebenarnya versi lain dari kata-kata: "Kita tidak sempurna".
Tak perlu panik atau terobsesi oleh penyesalan. Jadikanlah ia
kekuatan positif. Anggaplah itu sebagai wakeup call, sebuah tepukan yang
membangunkan Anda dari tidur. Bukankah Anda macan?
Janganlah menunda tindakan dengan penyesalan. Bertindaklah segera dan
Anda tidak akan menyesal lagi, sebab Anda telah melakukan sesuatu.
Tutuplah rapat-rapat lebarnya jarak antara Anda yang ideal dan Anda
yang sekarang. Nikmatilah Anda yang sekarang dan lakukan apa yang
terbaik menurut Anda. Sebab jika Anda punya waktu untuk menyesal, maka
Anda pasti punya waktu untuk melakukan sesuatu tentang itu.
LET GO OF GREED
"Saya telah punya semua yang saya mau, dan Saya telah menjadi apa yang Saya ingin, kecuali..."
Ya. Itulah Anda barangkali. Tidak SEMUA yang Anda mau akan Anda dapatkan.
Pertama, resources Anda terbatas. Kedua, nafsu Anda adalah sesuatu
yang tidak akan pernah terpuaskan. Ia seperti air laut. Makin Anda
minum, makin kering rasanya tenggorokan. Desire Anda tidak salah,
melewati batasnyalah yang salah.
Sadarilah bahwa penyebab kerakusan adalah kesenangan. Bisa memiliki
memang menyenangkan. Tapi kesenangan itu sendiri bisa menjadi candu.
Kita sering lupa, bahwa kesenangan tidak selalu sama dengan kebahagiaan.
Saat Anda menemukan bahwa kesenangan ternyata tidak sama dengan
kebahagiaan, muncullah ketakutan dan kekhawatiran. Takut dan khawatir
itu, akan memicu desire Anda lebih besar lagi.
Maka, Anda akan menemukan lingkaran yang abadi di sini: Karena desire
Anda tidak pernah punya ujung, maka fear Anda juga tak akan pernah
punya muara. Berhentilah menjadi manusia yang terpenjara!
Ya. Tapi bagaimana?
Fokus dan terapkanlah prioritas. Mulailah dahulu dengan BEING. Soal
HAVING, ya belakangan sajalah. Dan untuk BEING, Anda harus DOING. Just
DO your best.
LET GO OF WORRY
Anda tahu kenapa lagu "Don't Worry - Be Happy" begitu ngetop? Karena itulah panggilan jiwa Anda.
Pahamilah perbedaan antara "menderita" dan "khawatir". Menderita
adalah pesan tentang masalah, sementara khawatir adalah pesan tentang
adanya peluang untuk tumbuh dan berkembang. Jadi waspadalah. Apakah Anda
memang menderita, atau sebenarnya Anda hanya khawatir saja?
Jika Anda hanya khawatir, ketahuilah bahwa sumbernya adalah
ketakutan. Anda takut terhadap sesuatu yang masih gelap, blank, dan
tidak tahu apa-apa tentangnya. Atau, Anda takut menghadapi tantangan.
Ketahuilah bahwa setiap detik dan setiap saat, Anda adalah benih.
Benih yang mestinya bisa tumbuh menjadi besar dan hebat. Worry can't
change the past, but it can ruin the present. Berpengetahuanlah, dan
bertindaklah menyambut tantangan. Seperti seekor macan.
LET GO OF DEFENSIVENESS
Salah itu normal, termasuk jika itu melukai orang lain. Bukan nyuruh
nih, tapi kita semua memang pernah berbuat salah. Anda tahu kan kenapa
pensil, whiteboard, dan papan tulis itu ada penghapusnya? Karena Anda
adalah manusia.
Jika Anda salah apa yang Anda katakan?
"Aduhhh.. maaf nih. Maaf, namanya juga manusia."
Lantas, apa yang Anda katakan jika orang lain yang salah?
"Dasar Bodoh!" "Stupid!" "Bloon."
Saat Anda salah, Anda adalah manusia. Saat orang lain salah, mereka
bukan manusia. Ini tidak rasional. Maka, maafkankanlah mereka.
LET GO OF GUILT
Guilt adalah rasa tidak nyaman saat Anda mengalami perlawanan
menentang kesadaran Anda sendiri. Guilt itu sendiri tidak terlalu
berbahaya. Apa yang lebih berbahaya adalah ketiadaan solusinya.
Feeling guilty itu bagus. Itu sinyal lampu merah yang memperingatkan
Anda agar stay on course. Maka saat Anda feeling guilty, dengarkanlah
isi hati Anda. Manakah yang Anda pilih, short-term pleasure atau
long-term gain?
Rasa bersalah yang tidak menemukan solusi, akan membuat Anda mengalami ini:
1. Pikiran yang tidak damai.
2. Rasa tidak percaya dan takut pada orang lain, atau bahkan kepada Allah.
3. Sesuai angka ini, Anda akan menderita tiga kali:
Pertama, saat Anda bertindak tidak bertanggung jawab. Kedua, saat
Anda melihat orang lain bertindak dengan penuh tanggung jawab. Ketiga,
saat Anda harus menanggung konsekuensinya.
Berikut inilah yang perlu Anda lakukan saat Anda merasa tidak bertanggung jawab.
Ingatlah bahwa responsibility, adalah singkatan dari
"response-ability". Kemampuan untuk merespon dengan tepat. Bagaimana
caranya agar bisa merespon dengan tepat? Anda bisa menggunakan rumus
AAA.
1. Admit. Akui bahwa pilihan tindakan Anda adalah salah.
2. Analyze. Analisis perilaku Anda. Apa alasan Anda memilih yang
salah? Apa konsekuensinya? Bagaimana tidak mengulanginya? Bagaimana
meluruskan pilihan yang sekarang?
3. Atonement, alias integritas. Integritas adalah menyatunya hati,
jiwa, sasaran, tindakan, dan keimanan. Saat semuanya menyatu, Anda
memasuki tahap atonement, alias at-one-ment.
Dengan AAA, Anda bisa memperbaiki keadaan.
LET GO OF SPITE
Anda, pasti pernah diprovokasi. Oleh pengemudi lain di jalanan, atau
oleh orang lain yang mengejek dan melecehkan. Anda pasti pernah merasa
diserang. Di kantor, di rumah, di lapangan sepak bola, di kantin, di
mana saja.
Tidak ada perlunya Anda melayani yang begituan. Sebab, dunia Anda
bisa rusak seharian. Mengalah sajalah, kecuali jika undang-undang dasar
Anda yang terlanggar atau terinjak-injak.
Kita cenderung lupa bahwa kita lebih sering menggunakan hati untuk
merasakan, ketimbang otak untuk berpikir. Ini sepertinya benar dan
wajar. Tapi berhati-hatilah karena itu tidak logis dan tak rasional. Itu
emosional.
Jika Anda merasa perlu melayani serangan, provokasi, dan ejekan orang lain, maka itu tentu ada sebabnya.
Pertama, rasa keadilan Anda yang terusik. Saat Anda merasa diserang,
Anda merasa perlu membalasnya. Tapi, jika serangan itu dilakukan karena
tidak sengaja, tidak dimaksudkan untuk menyerang, kesalahpahaman, atau
hanya karena mereka bodoh saja, keadilan macam apa sih yang Anda
inginkan?
Kedua, logika Anda yang terdistorsi. Anda berasumsi bahwa jika mereka
mengalami sakit seperti yang Anda rasakan, maka mereka akan meminta
maaf.
Tidak. Jikapun mereka akhirnya meminta maaf, itu bukan karena sakit
yang Anda buat dengan serangan balasan, tapi karena pikiran dan hati
mereka yang sudah lurus kembali. Saling menyakiti tidak akan
menyelesaikan masalah. Ia bahkan memperuncingnya.
Ketiga, secara sadar atau tidak Anda mencoba menghindari tanggung
jawab untuk membahagiakan diri sendiri. Sebab jika Anda memang mau
bertanggungjawab untuk kebahagiaan Anda sendiri, Anda pasti tidak akan
melarikan diri.
Jika begitu, bagaimana caranya memunculkan rasa tanggung jawab untuk kebahagiaan diri sendiri? Awareness-lah jawabannya.
Ketahuilah bahwa rasa sakit yang Anda derita adalah bukan karena
serangan mereka, tapi karena reaksi Anda atas perilaku mereka. Mengapa
mereka begitu jahat dan kejam kepada Anda? Karena mereka sedang sakit,
dan mereka merasa terancam oleh Anda.
Responlah sikap buruk orang lain dengan kebaikan, maka Anda akan
mulia dan terhormat. Cobalah selalu untuk bersikap rendah hati tapi
bukan rendah diri.
Ketahuilah bahwa sabar itu tidak pasif. Ia tidak datang dengan
sendirinya, dan ujug-ujug Anda menjadi sabar. Sabar itu kata kerja dan
bukan kata sifat. Maka sabar, adalah disabar-sabarin.
LET GO OF ENVY
Anda juga mungkin pernah merasa kalah. Waspadalah. Salah-salah,
kekalahan bisa membuat Anda menjadi orang yang envious, yaitu orang yang
penuh dengki dan tidak bisa menerima kekalahan. Tidak senang jika orang
lain senang, dan senang jika orang lain tidak senang.
Sikap envious, bisa berkembang dalam tiga tahap.
Pertama, saat Anda merasakan kekalahan. Di tingkat ini, perasaan
kalah itu sebenarnya wajar. Apalagi jika Anda bisa memberi selamat
kepada pemenang, dan kemudian menjadikan kekalahan sebagai pelajaran.
Jika tidak bisa, maka di sinilah bibit envious Anda akan mulai tersemai.
Kedua, saat Anda mulai mengembangkan perilaku mensabotase orang lain.
Mulainya dari yang kecil-kecil saja, seperti menciptakan isu dan gosip
buruk, atau berharap dan "berdoa" untuk kemalangan dan kecelakaan bagi
orang lain. Anda mungkin meng ira ini tidak berbahaya.
Salah. Itu sangat berbahaya. Mengapa? Karena harapan buruk seperti
itu adalah karatnya jiwa, persis seperti karatnya besi. Merusak,
melubangi, merontokkan, dan menggerogoti semua amal baik. Lebih dari
itu, dari mana sih datangnya semua tindak kejahatan? Ya dari doa,
harapan, fitnah, dan pikiran negatif yang melenceng seperti itu!
Ketiga, seperti sudah disebut barusan, semuanya akan termanifestasi
menjadi tindak kejahatan. Anda akan menjadi orang yang dengki, dengan
sikap dan tindakan yang keji. Anda telah menghancurkan diri sendiri.
Jika Anda mulai mengalami gejala penyakit ini, resepnya sederhana.
Bertemanlah dengan mereka yang menang. Kemudian, ubahlah cara berpikir
Anda. Gantilah "Saya pengen kayak gitu," menjadi "Bagaimana supaya Saya
bisa seperti itu."
LET GO OF ANGER
ANGER itu cuma satu huruf lebih pendek dari DANGER. Dan "D", adalah nilai minusn ya.
Alasan yang bagus bagi Anda supaya tidak marah, adalah memahami bahwa
kemarahan akan menyebarluaskan kelemahan. Saat Anda marah, Anda
sebenarnya berkata, "Saya takut! Saya Terluka! Saya frustrasi!" Itu,
adalah kata lain dari "Saya lemah."
Sadarilah bahwa orang, barang, atau situasi, akan cenderung membuat
Anda selalu marah. Udah dari sononya begitu. Anda tidak bisa dengan
mudah mengontrol sesuatu di luar diri Anda. Dan jika Anda marah,
kemarahan Anda tidak akan membuat dunia berjalan sesuai kemauan Anda.
Andalah yang harus menyesuaikan diri dengannya.
Sadarilah bahwa jika Anda menghadapi orang yang marah, they're not
being mean; they're just being people. Like you. Dan seperti biasa,
marah itu muncul disebabkan oleh fear. Rasa takut akan kehilangan
kontrol.
Keinginan untuk mengontrol adalah benar. Tapi, ingin mengontrol orang
lain itu salah. Yang benar, ingin memberi contoh teladan kepada orang
lain. Mengontrol dengan kekuasaan? Salah juga. Apa yang perlu dikontrol
hanyalah diri sendiri. Sekali lagi, maafkanlah mereka yang marah. Tidak
ada yang salah saat seorang manusia bersikap dan bertindak sebagai
manusia.
Anda sendiri, kurangilah marah Anda sebab Anda sendirilah yang akan
merugi. Saat Anda marah, apa yang telah keluar sebenarnya tidak perlu
keluar dan apa yang terlanjur sebenarnya tidak perlu terlanjur.
LET GO OF FEAR
Saat Anda menghadapi ketakutan, Anda berada di tengah-tengah
persimpangan jalan. Satu cabang menuju kepada kepengecutan, dan satu
lagi menuju kepada keberanian. Yang satu menuju harapan dan impian, yang
satu lagi menuju kekecewaan dan kesedihan.
Anda tidak bisa mundur atau tetap diam, melainkan tetap maju dan
memilih salah satu cabang. Dengan diam atau mundur, Anda tidak akan
tumbuh dan berubah. Malah, Anda menuju ke kepunahan dan kematian.
Manage-lah fear Anda, sebab fear adalah False Evidence Appearing Real. Asli tapi sebenarnya palsu.
Jadi, tak usahlah Anda bersedih lagi. Bersenang-senang sajalah.
Sibuklah. Lakukan yang terbaik. Tak perlu takut dan tak usah khawatir.
Lakukanlah segalanya dengan semangat dan keberanian. Itu lebih baik buat
Anda.
Bukannya tadi sudah Saya bilang, kalo Anda itu macan?