Selasa, 08 Mei 2012

Mengapa Saya?




Arthur Ashe adalah petenis hitam dari amerika yg pertama kali merebut gelar grandslam. Gelar yg di menangkan US open( 1968), Australia open (1970) dan wimbledon (1975).
Pada tahun 1979 ia terkena serangan jantung yg mengharuskannya menjalani operasi by pass.
Setelah 2 kali operasi, bukannya sembuh ia malah harus mengalami kenyataan pahit, terinfeksi Virus HIV melalui tranfusi darah yg ia terima.
Seorang penggemarnya menulis surat kepadanya, "Mengapa Tuhan memilihmu untuk menderita penyakit itu?"
Arthur menjawab: "Di dunia ini ada 50 juta anak yg ingin bermain tenis, diantaranya:
* 5 juta orang yg bisa belajar bermain tenis
* 500 ribu orang belajar menjadi pemain tenis profesional
* 50 ribu orang datang ke arena untuk bertanding
* 5000 orang mencapai turnamen Grand Slam
* 50 orang berhasil sampai ke Wimbledon
* 4 orang di semifinal
* 2 orang di final
Dan ketika saya mengangkat trofi Wimbledon,saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan, "Mengapa saya yg menjadi juara?"
Jadi ketika saya dalam kesakitan, tidak seharusnya juga saya bertanya kepada Tuhan "Mengapa saya?".
Sadar atau tidak,kerap kali kita merasa hanya pantas menerima hal hal baik dalam hidup ini; kesuksesan, karir yg mulus, kesehatan.
Ketika yg kita hadapi justru sebaliknya; penyakit, kesulitan, kegagalan, kita menganggap Tuhan tidak adil. Sehingga kita merasa berhak untuk menggugat Tuhan.

Pohon Tua

Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu, tampak gagah di banding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya. Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya.
Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka dalam kebesaran pohon itu. Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat mengisi hari-harinya yang panjang. Orang-orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh.
Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi. Namun, waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-daunnya rontok, ranting-rantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu di milikinya. Burung-burung pun mulai enggan bersarang disana. Orang yang lewat, tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh.
Sang pohon pun bersedih. "Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini? Sang pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering.
Musim telah berganti, namun keadaan belumlah mau berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam-malam hening yang panjang. Hingga pada saat pagi menjelang.
"Cittt...cericirit...cittt" Ah suara apa itu?
Ternyata, .ada seekor anak burung yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya.
"Cittt...cericirit...cittt, suara itu makin keras melengking. Ada lagi anak burung yang baru lahir.
Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran burung-burung baru. Satu...dua...tiga...dan empat anak burung lahir ke dunia. "Ah, doaku di jawab-Nya," begitu seru sang pohon.
Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka, akan membuat sarang-sarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung dengan jenis tertentu tertarik untuk mau bersarang disana. Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering, ketimbang sebelumnya. Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini", gumam sang pohon dengan berbinar.
Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang Tunas tampak tersenyum. Ah, rupanya, airmata sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam

Merayakan Kematian


Sang guru mengalami sakit parah. Para pengikutnya merasa amat sedih kalau-kalau mereka kehilangan sang guru yang mereka kagumi. Suatu hari sang guru memanggil mereka semua dan memberikan kata-katanya yang terakhir di saat menjelang kematiannya. Ia mengatakan bahwa bagi kebanyakan orang, kematian merupakan tragedi yang menyakitkan, namun sebaliknya kematian justru seharusnya merupakan hari sukacita untuk dirayakan.
Para muridnya dengan rasa heran bertanya; "Ketika orang yang kita cintai meninggal dunia dan kita tak akan pernah lagi mampu melihatnya, mengapa justru harus dirayakan?"
"Ketika seseorang telah menyelesaikan jalan yang harus dilampauinya, telah menyelesaikan segala yang harus dipelajarinya selama hidup ini, bukankah ia harus diwisuda? Dan bukankah saat wisuda merupakan saat yang membahagiakan?" Demikian kata sang guru.
Setelah berdiam sejenak ia melanjutkan; "Ketika seorang anak dilahirkan semua orang bergembira ria. Dan ketika seseorang meninggal semua diliputi ratap dan tangis. Pada hal seharusnya sebaliknya. Janganlah berpesta ria bila sebuah kapal akan meninggalkan pelabuhan, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi sepanjang perjalanan kapal tersebut di tengah laut lepas. Tetapi berpestalah bila kapal itu telah kembali ke pelabuhan, karena ia telah melewati semua aral dan rintangan di laut lepas."

Tiga Ayam Petelur


Suatu hari tiga telur menetas bersamaan dalam rimbun jerami tua di pesawahan desa. Anak-anak ayam itu terlihat begitu cantik dengan bulu kuning halusnya. Tak lama kemudian pak tani pemilik sawah menemukan mereka dan memeliharanya hingga mereka tumbuh besar menjadi ayam-ayam betina yang sehat dan kuat.
Tibalah saat mereka untuk mulai bertelur. Pak tani mulai menyiapkan tempat khusus dan nyaman untuk ayam-ayamnya dan seperti yang diharapkan, ayam-ayampun bertelur.
Ayam pertama saat mulai bertelur, begitu gembira terutama melihat pak tani tersenyum pada telurnya. Namun disayangkan si ayam mulai merasa dimanfaatkan pak tani ketika telur diambil dari kandang. Iapun mogok bertelur.
Pak tani lalu memberikan berbagai macam vitamin dan pakan kesukaan si ayam. Ayam pun mulai bertelur kembali meski sering tersendat-sendat. Pada akhirnya pak tani memutuskan untuk memotong ayam pertama karena ongkos pakan yang lebih tinggi daripada telur yang dihasilkan.
Ayam kedua saat bertelur juga merasa bahagia melihat pak tani tersenyum. Ia merasa jika bertelur, ia menjadi begitu menarik. Maka saat bertelur, ia selalu berkotek untuk menarik perhatian pak tani.
Namun beberapa hari kemudian ia kecewa karena kotekannya diabaikan pak tani dan menyuruh orang suruhannya untuk memungut telur si ayam tiap berkotek.
Kegembiraan juga dirasa oleh ayam ketiga saat mulai bertelur. Namun hal itu tak terlalu menguasai perasaannya karena ia menyadari bahwa ia adalah jenis ayam petelur.
Dan si ayampun terus bertelur dan bertelur hingga melewati usia produktifnya.

Kupu-kupu


Seseorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil muncul dari kepompong. Orang itu duduk dan mengamati selama beberapa jam bagaimana si kupu-kupu berjuang memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.
Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya.
Ternyata, Kupu-kupu itu mempunyai tubuh yang gembung dan kecil, dan sayapnya mengkerut.
Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yg mungkin akan berkembang dalam waktu.
Ternyata Semuanya tak pernah terjadi. kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah bisa terbang.
Kebaikan dan ketergesaan orang tersebut merupakan akibat dari ketidak mengertiannya bahwa kepompong yg menghambat, dan perjuangan yg dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu berpindah ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga sayapnya menjadi kuat, dan siap terbang begitu memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.
Kadang-kadang pejuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yg semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.
Saya memohon Kekuatan ..... Dan Tuhan memberi saya Kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.
Saya memohon Kebijakan ... Dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan.
Saya memohon Kemakmuran .... Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.
Saya memohon Keteguhan hati ... Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.
Saya memohon Cinta dan Kasih sayang.... Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.
Saya memohon Kemurahan/kebaikan hati.... Dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan dan tantangan untuk diatasi.
Saya tidak memperoleh yg saya inginkan....... Tetapi ... Saya mendapatkan segala yang saya butuhkan.

Carpe Diem Quam Minimum Credula Postero


"Akhir-akhir ini aku selalu dahaga akan pengetahuan dan falsafah kehidupan. Banyak hal di dunia ini yang ternyata masih tidak kumengerti, oleh karena itu aku harus rajin bertanya dan belajar. Bertanya kepada siapa saja dan belajar dari mana saja," gumam Puteri pada dirinya sendiri di suatu senja yang jingga.
"Selama ini aku cuma memikirkan hal-hal remeh temeh tak pernah sedikitpun terbersit olehku untuk memikirkan tentang pengetahuan dan falsafah kehidupan yang akan memperkaya batin dan diriku. Setelah bertemu dengan Bintang Jatuh dan Prabu Yudistira yang bijak bestari, aku ingin tahu lebih banyak hal lagi. Rasanya aku semakin haus, semakin banyak hal yang mengganggu pikiranku yang ingin kuketahui," kata Puteri sambil menuliskan sesuatu di buku hariannya.
Hari itu setelah menuliskan sesuatu Puteri memutuskan kembali untuk mengembara, mencari pencerahan, mencari sesuatu yang dapat memuaskan keingintahuannya.
Tujuh musim telah berlalu, belum seorangpun ia jumpai untuk dapat ditanyai. Akhirnya setelah hampir memasuki akhir musim ke delapan, Puteri berjumpa dengan Sang Guru.
"Sang Guru, ceritakan padaku apa yang dimaksud dengan Filosofi Carpe Diem, " pinta Puteri tiba-tiba.
Sang Guru terdiam sejenak, tak disangka Puteri cantik nan rupawan ini terpesona oleh kalimat yang diucapan Quintus Horatius Flaccus.
Lalu dengan menarik nafas dalam Sang Guru mulai berkata, "Puteri, kalimat yang kamu sebutkan kurang lengkap, harusnya carpe diem, quam minimum credula postero. Filsofi tersebut diambil dari kata-kata dari Quintus Horatius Flaccus, yang artinya adalah raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok. Puteri, filosofi ini sepintas terlihat hedonis, tidak perlu merencanakan apa-apa untuk besok, habiskan semuanya hari ini. Besok? Masa masa bodoh deh. Benar begitu? Salah. Sepintas terlihat sebagai sikap pesimistis. Ah, besok sudah tidak ada apa-apa lagi dan oleh karena itu, nikmati semuanya hari ini. Pesimiskah tentang hari esok? Tidak. Filosofi ini mengajarkan tentang hidup yang harus berjalan hari lepas hari. John Rambo, tokoh rekaan Silvester Stalone mengatakan bahwa live day by day (Rambo II). Puteri, hidup demikian adalah hidup yang optimis. Hidup model begini sangat percaya bahwa apapun tantangannya, kehidupan harus dan akan terus berjalan. Kagak ade matinye, kate anak Jakarte. Hidup model begini adalah hidup yang dimaksudkan oleh ujar-ujaran yang ada di dalam sebuah Alkitab saudara-saudara kita yang Kristiani, ��Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." Hedonis? Pesimis? Tidak, Puteri. Optimis, itulah jawaban yang benar. "
Puteri mendengarkan penjelasan Sang Guru dengan seksama dan takjub dengan kearifannya.
"Guru, terima kasih untuk penjelasanmu hari ini, bila suatu hari aku memiliki pertanyaan lagi, masih bolehkan aku mengunjungimu?" tanya Puteri.
"Berkunjunglah kemari sesering yang kau inginkan Puteri", jawab Sang Guru sambil tersenyum. Tampaknya Sang Guru mengerti masih banyak pertanyaan yang mengganggu pikiran Puteri dan membutuhkan jawaban untuk memuaskan keingintahuannya.
Setelah berpamitan pada Sang Guru, Puteripun meneruskan pengembaraannya.

Batu Ajaib


Pada awalnya manusialah yang menciptakan kebiasaan. Namun lama kelamaan, kebiasaanlah yang menentukan tingkah laku manusia.
Ada seorang yang hidupnya amat miskin. Namun walaupun ia miskin ia tetap rajin membaca. Suatu hari secara tak sengaja ia membaca sebuah buku kuno. Buku itu mengatakan bahwa di sebuah pantai tertentu ada sebuah batu yang hidup, yang bisa mengubah benda apa saja menjadi emas.
Setelah mempelajari isi buku itu dan memahami seluk-beluk batu ersebut, ia pun berangkat menuju pantai yang disebutkan dalam buku kuno itu.
Dikatakan dalam buku itu bahwa batu ajaib itu agak hangat bila disebut, seperti halnya bila kita menyentuh makhluk hidup lainnya.
Setiap hari pemuda itu memungut batu, merasakan suhu batu tersebut lalu membuangnya ke laut dalam setelah tahu kalau batu dalam genggamannya itu dingin-dingin saja. Satu batu, dua batu, tiga batu dipungutnya dan dilemparkannya kembali ke dalam laut. Satu hari, dua hari, satu minggu, setahun ia berada di pantai itu. Kini menggenggam dan membuang batu telah menjadi kebiasaannya.
Suatu hari secara tak sadar, batu yang dicari itu tergenggam dalam tangannya. Namun karena ia telah terbiasa membuang batu ke laut, maka batu ajaib itupun tak luput terbang ke laut dalam. Lelaki miskin itu melanjutkan 'permainannya' memungut dan membuang batu. Ia kini lupa apa yang sedang dicarinya.
Bila hidup ini cuman suatu rentetan perulangan yang membosankan, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk menemukan nilai baru di balik setiap peristiwa hidup.
Setiap hari merupakan hadiah baru yang menyimpan sejuta arti.

Batang Gelagah


Sebatang gelagah di bibir sebuah telaga bening. Ia bergoyang meliuk ke sana ke mari menuruti irama hembusan angin sepoi. Ia cuman sebatang saja. Yang lain telah lama layu dan mati, sedangkan yang baru belum lagi muncul. Namun dalam kesendiriannya ia bergerak, ia meliuk tanpa keluh dan kesah.
Ketika ia menunduk, ia melihat bayangan dirinya di beningnya telaga biru, dirinya yang berada dalam hening namun tak merasa sepi. Ia melihat dirinya yang sedang menari penuh senyum bersama hembusan angin segar. Tak ada penonton yang memberikan tepukan meriah, tak ada suara sorakan gempita. Tak ada aku dan anda yang memperhatikannya. Namun ia tetap meliuk. Ia tetap menari. Ia menari untuk mensyukuri hadiah hari ini dan hari kemarin. Ia mempersembahkan tariannya hari ini buat hari esok.
Betapa sering aku menantikan orang lain memberikan kata-kata peneguhan yang tak pernah muncul. Betapa sering aku melimpahkan semua masyalahku pada sesuatu di luar diriku. Betapa aku sering lupa, kalau aku harus mengerti diriku sendiri lebih dari pada dimengerti oleh orang lain, bahwa aku harus mencintai diriku sendiri lebih dahulu sebelum aku dicintai orang lain. Aku harus belajar menari - seperti batang gelagah di bibir telaga itu - walau tak seorangpun bertepuk tangan memberikan sorakan.
Terima kasih batang gelagah yang gemulai, yang hidup dalam jangka yang cuman sebentar. Namun engkau telah mengajarkan aku untuk mencintai hidupku.

Aevo, si Pendaki Gunung


Bercerita tentang seorang pendaki gunung yang bernama Aevo, yang memaknai hidup dari perjuangan yang dia lakukan. Hampir seluruh waktu dalam hidupnya dipakai untuk menaklukkan gunung-gunung yang menjulang tinggi, hanya untuk melihat pemandangan mana yang terindah. Semakinn tinggi gunung yang dia taklukkan, semakin indah pemandangan yang ia dapatkan. Hingga pada suatu kesempatan,Aevo memutuskan untuk mendaki sebuah gunung yang amat tinggi. Aevo merasa itulah gunung tertinggi yang pernah ia hadapi. Dalam hati Aevo ada ketakutan,hal yang selalu datang dalam hatinya setiap akan mendaki sebuah gunung. Seperti biasa pula, Aevo berusaha menenangkan hatinya.
Setelah merasa cukup tenang,Aevo mulai melangkahkan kaki, selangkah demi selangkah. Mendaki gunung yang akan menghadiahi dia banyak tantangan dengan bekal seadanya.
Tidak terasa, Aevo sudah mendaki seperempat dari gunung tersebut. Aevo melihat sejenak ke belakang, jalan yang sudah ia lalui. Dalam pikirannya, dia berkata, "Ah, masih belum jauh." Sambil terus melangkahkan kakinya. Sampai langkahnya harus terhenti oleh seekor ular yang berjalan di hadapannya. Sesaat Aevo panik, dan ingin menghindar. Namun, sedikit gerakan tubuhnya, menyadarkan ular tersebut akan kehadiran Aevo di sekitarnya. Ular tersebut memandang Aevo yang sedang berusaha tenang, dan ternyata ketenangan Aevo akhirnya membuat ular tersebut pergi.
Aevo melanjutkan perjalannya dengan sisa bekal yang masih ada. Ketegangan karena ular tadi cukup membuat Aevo kehilangan tenaga. Kini Aevo sampai di posisi tengah dari gunung tersebut. Saat Aevo sadar akan posisinya, ada ketakutan muncul kembali dalam hatinya. Betapa jauh dan terjalnya jalan yang sudah ia lalui, dan yang masih akan dia jalani. Ditambah dengan bekal yang sudah sangat menipis. Aevo takut akan mati di tengah jalan. Sesaat kembali Aevo duduk dan mengumpulkan semangat, kembali pada motivasinya. Setelah yakin, Aevo kembali melangkah. Dia mulai dapat melihat pemandangan yang indah namun masih buram.
Sampailah Aevo pada tiga per empat bagian gunung itu. Ada pemandangan yang sangat mengerikan. Terdapat beberapa tulang belulang manusia di sana. Yang mungkin tewas saat mendaki dunung tersebut. Segera Aevo membuka bekal dan terkejut. Tinggal sepotong roti di sana. Pikiran Aevo terguncang, takut akan kematian yang ada dalam benaknya. Namun saat memandang ke bawah, Aevo sadar, sudah terlalu jauh. Saat memandang sekelilingnya, Aevo mulai melihat pemandangan yang belum pernah ia lihat, namun masih buram. Dan saat ia memandang ke atas, dia sadar, tinggal beberapa langkah lagi. Segera Aevo menghabiskan roti itu, dan dengan tekad bulat memutuskan akan mendaki gunung tersebut sampai tuntas.
Langkah-langkah Aevo terus bergantian, walau lelah sudah tak terkatakan lagi. Aevo terus berusaha, walau terjatuh beberapa kali. Naik, naik, dan terus naik. Sampai Aevo melihat sebuah hamparan tanah datar, dan Aevo kembali terjatuh. Jatuh dan tak sanggup untuk bangun lagi. Aevo mencoba membuka mata dan melihat pemandangan yang sangat indah dan jelas. Keindahan dunia di bawah sana. Warna-warni yang dihasilkan dengan sangat harmonis oleh alam. Aevo sampai di puncak gunung. Gunung tersebut telah takluk. Aevo mengucap syukur, dan dengan pasrah menyerahkan tubuhnya, menyerahkan kelelahannya pada Sang Pencipta. Dia mati. Mati dalam kepuasan hidup. Mati dalam pengertian akan perjuangan hidup dan warna-warni kehidupan. Dedu dan tanah gunung menjadi selimut untuk tidur panjangnya. Eidelways sebagai hiasan dan batu gunung sebagai batu nisannya.
Inilah gambaran kehidupan yang akan, atau sedang, atau mungkin yang seharusnya kita alami. Tetaplah berusaha, yakin pada tujuan hidup kita. Percaya bahwa dari setiap perjuangan akan ada hasil. Sehingga kita pun dapat menghargai hidup kita, dan semakin percaya bahwa Tuhan akan selalu ada dalam hidup kita. Yang akan menghargai setiap usaha dalam hidup kita sesuai harga yang telah Dia tentukan. Sampai akhirnya kita pergi dari dunia dengan kepuasan hidup, dan yang terutama kelepasan yang sesungguhnya.

Wortel, Telur dan Biji Kopi


Seorang anak mengeluh pada ayahnya tentang hidupnya yang sulit. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa dan ingin menyerah saja. Ia lelah berjuang. Setiap saat satu persoalan terpecahkan, persoalan yang lain muncul.
Ayahnya, seorang juru masak, tersenyum dan membawa anak perempuannya ke dapur. Ia lalu mengambil tiga buah panci, mengisinya masing-masing dengan air dan meletakkannya pada kompor yang menyala. Beberapa saat kemudian air dalam panci-panci itu mendidih.
Pada panci pertama, ia memasukkan wortel. Lalu, pada panci kedua ia memasukkan telur. Dan, pada panci ketiga ia memasukkan beberapa biji kopi tumbuk. Ia membiarkan masing-masing mendidih.
Selama itu ia terdiam seribu bahasa. Sang anak menggereget gigi, tak sabar menunggu dan heran dengan apa yang dilakukan oleh ayahnya.
Dua puluh menit kemudian, sang ayah mematikan api. Lalu menyiduk wortel dari dalam panci dan meletakkanya pada sebuah piring. Kemudian ia mengambil telur dan meletakkanya pada piring yang sama. Terakhir ia menyaring kopi yang diletakkan pada piring itu juga.
Ia lalu menoleh pada anaknya dan bertanya, "Apa yang kau lihat, nak?"
"Wortel, telur, dan kopi" jawab sang anak. Ia membimbing anaknya mendekat dan memintanya untuk memegang wortel. Anak itu melakukan apa yang diminta dan mengatakan bahwa wortel itu terasa lunak.
Kemudian sang ayah meminta anaknya memecah telur. Setelah telur itu dipecah dan dikupas, sang anak mengatakan bahwa telur rebus itu kini terasa keras.
Kemudian sang ayah meminta anak itu mencicipi kopi. Sang anak tersenyum saat mencicipi aroma kopi yang sedap itu.
"Apa maksud semua ini, ayah?" tanya sang anak.
Sang ayah menjelaskan bahwa setiap benda tadi telah mengalami hal yang sama, yaitu direbus dalam air mendidih, tetapi selepas perebusan itu mereka berubah menjadi sesuatu yang berbeda-beda.
Wortel yang semula kuat dan keras, setelah direbus dalam air mendidih, berubah menjadi lunak dan lemah.
Sedangkan telur, sebaliknya, yang semula mudah pecah, kini setelah direbus menjadi keras dan kokoh.
Sedangkan biji kopi tumbuh berubah menjadi sangat unik. Biji kopi, setelah direbus, malah mengubah air yang merebusnya itu dengan aroma yang sedap.
"Maka, yang manakah dirimu?" tanya sang ayah pada anaknya.
"Di saat kesulitan menghadang langkahmu, perubahan apa yang terjadi pada dirimu? Apakah kau menjadi sebatang wortel, sebutir telur atau biji kopi?"

Tujuh Keajaiban Dunia


Sekelompok siswa kelas geografi sedang mempelajari "Tujuh Keajaiban Dunia."
Pada awal dari pelajaran, mereka diminta untuk membuat daftar apa yang mereka pikir merupakan "Tujuh Keajaiban Dunia" saat ini.
Walaupun ada beberapa ketidak-sesuaian, sebagian besar daftar kira-kira berisi:
1) Piramida
2) Taj Mahal
3) Tembok Besar Cina
4) Menara Pisa
5) Kuil Angkor
6) Menara Eiffel
7) Kuil Parthenon
Ketika mengumpulkan daftar pilihan, sang guru memperhatikan seorang pelajar, seorang gadis yang pendiam, yang belum mengumpulkan kertas kerjanya.
Jadi, sang guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan dengan daftarnya.
Gadis pendiam itu menjawab, "Ya, sedikit. Saya tidak bisa memilih karena sangat banyaknya."
Sang guru berkata, "Baik, katakan pada kami apa yang kamu miliki, dan mungkin kami bisa membantu memilihnya."
Gadis itu ragu sejenak, kemudian membaca, "Saya pikir, "Tujuh Keajaiban Dunia" adalah :
1) Bisa melihat,
2) Bisa mendengar,
3) Bisa menyentuh,
4) Bisa menyayangi,
Dia ragu lagi sebentar, dan kemudian melanjutkan: 5) Bisa merasakan,
6) Bisa tertawa,
7) Dan, bisa mencintai
Ruang kelas tersebut sunyi seketika.
Alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat pada eksploitasi manusia dan menyebutnya "keajaiban".
Sementara bila kita lihat lagi semua yang telah Tuhan karuniakan untuk kita, kita menyebutnya sebagai "biasa" saja.

Sepuluh Pengganjal Kebahagiaan Anda


LET GO OF DEMAND
Apa sih, yang sebenarnya membuat Anda marah dan kecewa? Apakah seseorang yang memotong antrian di depan Anda? Pengemudi iseng yang memprovokasi Anda di jalanan? Komputer yang hanya untuk di-boot saja terasa begitu lama? Handphone yang harus berganti setiap bulan dua kali karena terus dicuri? Orang yang mengejek dan mempermainkan Anda? Hujan sepanjang hari? Tagihan bejibun yang membuat Anda marah sampai ke ubun-ubun?
Bukan, bukan itu semua. Apa yang membuat Anda marah dan kecewa adalah "tuntutan yang kekanak-kanakan" dan "ekspektasi yang tidak realistis".
Saat Anda masih bayi, apa yang perlu Anda lakukan untuk mendapatkan sesuatu, hanyalah berteriak menangis sekencang-kencangnya. Dengan modal itu, Anda mendapatkan popok yang baru, susu ibu atau susu sapi, atau barang sepuluh lima belas kerokan pisang ambon untuk dinikmati.
Itulah ciri Anda saat masih helpless dulu. Waktu itu, perilaku demanding Anda masih bisa diterima. Tapi kini Anda telah dewasa. Anda bertanggung jawab pada hidup Anda, dan Anda tidak bisa lagi berharap bahwa dunia akan melayani Anda sebagaimana yang Anda mau. Jika Anda tetap melakukannya sekarang, itu namanya self-induced misery, alias penderitaan yang Anda buat sendiri. Berhentilah.
Apa yang perlu Anda lakukan sebenarnya cukup mudah. Anda hanya perlu mengganti demand dan ekspektasi, dengan preferensi.
"Aku sih nggak nuntut suamiku bangun lebih pagi, tapi aku lebih prefer kalo dia memang bisa melakukannya."
Anda akan lebih mengerti, dan Anda akan menjadi orang yang penuh pengertian.
Buanglah Pola Pikir yang Tidak Rasional
"Saya tidak akan pernah berbahagia kecuali dunia melayani Saya seperti yang Saya mau."
Itu tidak rasional. Apa yang bisa Anda kontrol hanyalah diri Anda sendiri.
Bersikaplah Mau Berbahagia
Disadari atau tidak, Anda mungkin tidak ingin berbahagia. Anda bisa melepaskan apapun dari diri Anda; uang, harta, waktu, energi, dan bahkan cinta, kecuali satu; penderitaan Anda.
Bahagia haruslah dimulai dari kemauan Anda sendiri. Anda mau bahagia atau tidak? Secara sadar Anda jelas mau berbahagia. Tapi cobalah selami kembali alam bawah sadar Anda. Bisa jadi, Anda sendiri yang t idak mau berbahagia.
Saat Anda merasa marah, itu penderitaan yang tidak membahagiakan. Lepaskanlah penderitaan Anda, bukan lampiaskan. Bertanyalah pada diri sendiri, "Bener nih, mau nuker happy sama kemarahan ini?" Perpanjanglah sumbu Anda supaya Anda bisa membuang penderitaan.
Berhentilah Mengasihani Diri Sendiri
Anda tidak akan menjadi pahlawan hanya dengan menderita. Adalah lebih heroik jika Anda tetap riang gembira di tengah penderitaan.
Berhentilah Membesar-besarkan
Tak perlu mem-blow-up permasalahan sampai keluar dari proporsinya. Itu akan melumpuhkan Anda. Belajarlah obyektif dan jadikanlah itu sebagai motivasi untuk mengambil tindakan.
LET GO OF REGRET
Anda pasti pernah menyesali sesuatu tentu saja. Wong kita ini manusia kok. Itu, sebenarnya versi lain dari kata-kata: "Kita tidak sempurna".
Tak perlu panik atau terobsesi oleh penyesalan. Jadikanlah ia kekuatan positif. Anggaplah itu sebagai wakeup call, sebuah tepukan yang membangunkan Anda dari tidur. Bukankah Anda macan?
Janganlah menunda tindakan dengan penyesalan. Bertindaklah segera dan Anda tidak akan menyesal lagi, sebab Anda telah melakukan sesuatu.
Tutuplah rapat-rapat lebarnya jarak antara Anda yang ideal dan Anda yang sekarang. Nikmatilah Anda yang sekarang dan lakukan apa yang terbaik menurut Anda. Sebab jika Anda punya waktu untuk menyesal, maka Anda pasti punya waktu untuk melakukan sesuatu tentang itu.
LET GO OF GREED
"Saya telah punya semua yang saya mau, dan Saya telah menjadi apa yang Saya ingin, kecuali..."
Ya. Itulah Anda barangkali. Tidak SEMUA yang Anda mau akan Anda dapatkan.
Pertama, resources Anda terbatas. Kedua, nafsu Anda adalah sesuatu yang tidak akan pernah terpuaskan. Ia seperti air laut. Makin Anda minum, makin kering rasanya tenggorokan. Desire Anda tidak salah, melewati batasnyalah yang salah.
Sadarilah bahwa penyebab kerakusan adalah kesenangan. Bisa memiliki memang menyenangkan. Tapi kesenangan itu sendiri bisa menjadi candu. Kita sering lupa, bahwa kesenangan tidak selalu sama dengan kebahagiaan. Saat Anda menemukan bahwa kesenangan ternyata tidak sama dengan kebahagiaan, muncullah ketakutan dan kekhawatiran. Takut dan khawatir itu, akan memicu desire Anda lebih besar lagi.
Maka, Anda akan menemukan lingkaran yang abadi di sini: Karena desire Anda tidak pernah punya ujung, maka fear Anda juga tak akan pernah punya muara. Berhentilah menjadi manusia yang terpenjara!
Ya. Tapi bagaimana?
Fokus dan terapkanlah prioritas. Mulailah dahulu dengan BEING. Soal HAVING, ya belakangan sajalah. Dan untuk BEING, Anda harus DOING. Just DO your best.
LET GO OF WORRY
Anda tahu kenapa lagu "Don't Worry - Be Happy" begitu ngetop? Karena itulah panggilan jiwa Anda.
Pahamilah perbedaan antara "menderita" dan "khawatir". Menderita adalah pesan tentang masalah, sementara khawatir adalah pesan tentang adanya peluang untuk tumbuh dan berkembang. Jadi waspadalah. Apakah Anda memang menderita, atau sebenarnya Anda hanya khawatir saja?
Jika Anda hanya khawatir, ketahuilah bahwa sumbernya adalah ketakutan. Anda takut terhadap sesuatu yang masih gelap, blank, dan tidak tahu apa-apa tentangnya. Atau, Anda takut menghadapi tantangan.
Ketahuilah bahwa setiap detik dan setiap saat, Anda adalah benih. Benih yang mestinya bisa tumbuh menjadi besar dan hebat. Worry can't change the past, but it can ruin the present. Berpengetahuanlah, dan bertindaklah menyambut tantangan. Seperti seekor macan.
LET GO OF DEFENSIVENESS
Salah itu normal, termasuk jika itu melukai orang lain. Bukan nyuruh nih, tapi kita semua memang pernah berbuat salah. Anda tahu kan kenapa pensil, whiteboard, dan papan tulis itu ada penghapusnya? Karena Anda adalah manusia.
Jika Anda salah apa yang Anda katakan?
"Aduhhh.. maaf nih. Maaf, namanya juga manusia."
Lantas, apa yang Anda katakan jika orang lain yang salah?
"Dasar Bodoh!" "Stupid!" "Bloon."
Saat Anda salah, Anda adalah manusia. Saat orang lain salah, mereka bukan manusia. Ini tidak rasional. Maka, maafkankanlah mereka.
LET GO OF GUILT
Guilt adalah rasa tidak nyaman saat Anda mengalami perlawanan menentang kesadaran Anda sendiri. Guilt itu sendiri tidak terlalu berbahaya. Apa yang lebih berbahaya adalah ketiadaan solusinya.
Feeling guilty itu bagus. Itu sinyal lampu merah yang memperingatkan Anda agar stay on course. Maka saat Anda feeling guilty, dengarkanlah isi hati Anda. Manakah yang Anda pilih, short-term pleasure atau long-term gain?
Rasa bersalah yang tidak menemukan solusi, akan membuat Anda mengalami ini:
1. Pikiran yang tidak damai.
2. Rasa tidak percaya dan takut pada orang lain, atau bahkan kepada Allah.
3. Sesuai angka ini, Anda akan menderita tiga kali:
Pertama, saat Anda bertindak tidak bertanggung jawab. Kedua, saat Anda melihat orang lain bertindak dengan penuh tanggung jawab. Ketiga, saat Anda harus menanggung konsekuensinya.
Berikut inilah yang perlu Anda lakukan saat Anda merasa tidak bertanggung jawab.
Ingatlah bahwa responsibility, adalah singkatan dari "response-ability". Kemampuan untuk merespon dengan tepat. Bagaimana caranya agar bisa merespon dengan tepat? Anda bisa menggunakan rumus AAA.
1. Admit. Akui bahwa pilihan tindakan Anda adalah salah.
2. Analyze. Analisis perilaku Anda. Apa alasan Anda memilih yang salah? Apa konsekuensinya? Bagaimana tidak mengulanginya? Bagaimana meluruskan pilihan yang sekarang?
3. Atonement, alias integritas. Integritas adalah menyatunya hati, jiwa, sasaran, tindakan, dan keimanan. Saat semuanya menyatu, Anda memasuki tahap atonement, alias at-one-ment.
Dengan AAA, Anda bisa memperbaiki keadaan.
LET GO OF SPITE
Anda, pasti pernah diprovokasi. Oleh pengemudi lain di jalanan, atau oleh orang lain yang mengejek dan melecehkan. Anda pasti pernah merasa diserang. Di kantor, di rumah, di lapangan sepak bola, di kantin, di mana saja.
Tidak ada perlunya Anda melayani yang begituan. Sebab, dunia Anda bisa rusak seharian. Mengalah sajalah, kecuali jika undang-undang dasar Anda yang terlanggar atau terinjak-injak.
Kita cenderung lupa bahwa kita lebih sering menggunakan hati untuk merasakan, ketimbang otak untuk berpikir. Ini sepertinya benar dan wajar. Tapi berhati-hatilah karena itu tidak logis dan tak rasional. Itu emosional.
Jika Anda merasa perlu melayani serangan, provokasi, dan ejekan orang lain, maka itu tentu ada sebabnya.
Pertama, rasa keadilan Anda yang terusik. Saat Anda merasa diserang, Anda merasa perlu membalasnya. Tapi, jika serangan itu dilakukan karena tidak sengaja, tidak dimaksudkan untuk menyerang, kesalahpahaman, atau hanya karena mereka bodoh saja, keadilan macam apa sih yang Anda inginkan?
Kedua, logika Anda yang terdistorsi. Anda berasumsi bahwa jika mereka mengalami sakit seperti yang Anda rasakan, maka mereka akan meminta maaf.
Tidak. Jikapun mereka akhirnya meminta maaf, itu bukan karena sakit yang Anda buat dengan serangan balasan, tapi karena pikiran dan hati mereka yang sudah lurus kembali. Saling menyakiti tidak akan menyelesaikan masalah. Ia bahkan memperuncingnya.
Ketiga, secara sadar atau tidak Anda mencoba menghindari tanggung jawab untuk membahagiakan diri sendiri. Sebab jika Anda memang mau bertanggungjawab untuk kebahagiaan Anda sendiri, Anda pasti tidak akan melarikan diri.
Jika begitu, bagaimana caranya memunculkan rasa tanggung jawab untuk kebahagiaan diri sendiri? Awareness-lah jawabannya.
Ketahuilah bahwa rasa sakit yang Anda derita adalah bukan karena serangan mereka, tapi karena reaksi Anda atas perilaku mereka. Mengapa mereka begitu jahat dan kejam kepada Anda? Karena mereka sedang sakit, dan mereka merasa terancam oleh Anda.
Responlah sikap buruk orang lain dengan kebaikan, maka Anda akan mulia dan terhormat. Cobalah selalu untuk bersikap rendah hati tapi bukan rendah diri.
Ketahuilah bahwa sabar itu tidak pasif. Ia tidak datang dengan sendirinya, dan ujug-ujug Anda menjadi sabar. Sabar itu kata kerja dan bukan kata sifat. Maka sabar, adalah disabar-sabarin.
LET GO OF ENVY
Anda juga mungkin pernah merasa kalah. Waspadalah. Salah-salah, kekalahan bisa membuat Anda menjadi orang yang envious, yaitu orang yang penuh dengki dan tidak bisa menerima kekalahan. Tidak senang jika orang lain senang, dan senang jika orang lain tidak senang.
Sikap envious, bisa berkembang dalam tiga tahap.
Pertama, saat Anda merasakan kekalahan. Di tingkat ini, perasaan kalah itu sebenarnya wajar. Apalagi jika Anda bisa memberi selamat kepada pemenang, dan kemudian menjadikan kekalahan sebagai pelajaran. Jika tidak bisa, maka di sinilah bibit envious Anda akan mulai tersemai.
Kedua, saat Anda mulai mengembangkan perilaku mensabotase orang lain. Mulainya dari yang kecil-kecil saja, seperti menciptakan isu dan gosip buruk, atau berharap dan "berdoa" untuk kemalangan dan kecelakaan bagi orang lain. Anda mungkin meng ira ini tidak berbahaya.
Salah. Itu sangat berbahaya. Mengapa? Karena harapan buruk seperti itu adalah karatnya jiwa, persis seperti karatnya besi. Merusak, melubangi, merontokkan, dan menggerogoti semua amal baik. Lebih dari itu, dari mana sih datangnya semua tindak kejahatan? Ya dari doa, harapan, fitnah, dan pikiran negatif yang melenceng seperti itu!
Ketiga, seperti sudah disebut barusan, semuanya akan termanifestasi menjadi tindak kejahatan. Anda akan menjadi orang yang dengki, dengan sikap dan tindakan yang keji. Anda telah menghancurkan diri sendiri.
Jika Anda mulai mengalami gejala penyakit ini, resepnya sederhana. Bertemanlah dengan mereka yang menang. Kemudian, ubahlah cara berpikir Anda. Gantilah "Saya pengen kayak gitu," menjadi "Bagaimana supaya Saya bisa seperti itu."
LET GO OF ANGER
ANGER itu cuma satu huruf lebih pendek dari DANGER. Dan "D", adalah nilai minusn ya.
Alasan yang bagus bagi Anda supaya tidak marah, adalah memahami bahwa kemarahan akan menyebarluaskan kelemahan. Saat Anda marah, Anda sebenarnya berkata, "Saya takut! Saya Terluka! Saya frustrasi!" Itu, adalah kata lain dari "Saya lemah."
Sadarilah bahwa orang, barang, atau situasi, akan cenderung membuat Anda selalu marah. Udah dari sononya begitu. Anda tidak bisa dengan mudah mengontrol sesuatu di luar diri Anda. Dan jika Anda marah, kemarahan Anda tidak akan membuat dunia berjalan sesuai kemauan Anda. Andalah yang harus menyesuaikan diri dengannya.
Sadarilah bahwa jika Anda menghadapi orang yang marah, they're not being mean; they're just being people. Like you. Dan seperti biasa, marah itu muncul disebabkan oleh fear. Rasa takut akan kehilangan kontrol.
Keinginan untuk mengontrol adalah benar. Tapi, ingin mengontrol orang lain itu salah. Yang benar, ingin memberi contoh teladan kepada orang lain. Mengontrol dengan kekuasaan? Salah juga. Apa yang perlu dikontrol hanyalah diri sendiri. Sekali lagi, maafkanlah mereka yang marah. Tidak ada yang salah saat seorang manusia bersikap dan bertindak sebagai manusia.
Anda sendiri, kurangilah marah Anda sebab Anda sendirilah yang akan merugi. Saat Anda marah, apa yang telah keluar sebenarnya tidak perlu keluar dan apa yang terlanjur sebenarnya tidak perlu terlanjur.
LET GO OF FEAR
Saat Anda menghadapi ketakutan, Anda berada di tengah-tengah persimpangan jalan. Satu cabang menuju kepada kepengecutan, dan satu lagi menuju kepada keberanian. Yang satu menuju harapan dan impian, yang satu lagi menuju kekecewaan dan kesedihan.
Anda tidak bisa mundur atau tetap diam, melainkan tetap maju dan memilih salah satu cabang. Dengan diam atau mundur, Anda tidak akan tumbuh dan berubah. Malah, Anda menuju ke kepunahan dan kematian.
Manage-lah fear Anda, sebab fear adalah False Evidence Appearing Real. Asli tapi sebenarnya palsu.
Jadi, tak usahlah Anda bersedih lagi. Bersenang-senang sajalah. Sibuklah. Lakukan yang terbaik. Tak perlu takut dan tak usah khawatir. Lakukanlah segalanya dengan semangat dan keberanian. Itu lebih baik buat Anda.
Bukannya tadi sudah Saya bilang, kalo Anda itu macan?

Rahasia Umur Manusia

Ketika Tuhan menciptakan kerbau, Tuhan memberikan umur 50 tahun kepada kerbau. Kerbau yang kerjanya membajak sawah, bekerja keras, akhirnya bilang pada Tuhan, �Tuhan, saya tidak perlu umur terlalu lama 50 tahun bekerja keras membajak sawah. Saya cukup 20 tahun saja umurnya.�
Mendengar permintaan ini, akhirnya Tuhan mengabulkan. Kerbau dikasih umur 20 tahun. Ada sisa 30 tahun.
Selanjutnya Tuhan menciptakan monyet. Monyet diberikan umur 20 tahun. Monyet yang lucu ini menghibur manusia. Namun monyet juga protes, dia bilang, � Tuhan, saya terlalu lama kalo dikasih umur 20 tahun untuk menghibur manusia, saya minta 10 tahun saja.�
Mendengar permintaan ini, akhirnya Tuhan pun mengabulkan. Ada sisa 10 tahun.
Selanjutnya Tuhan menciptakan anjing, dan diberikan umur 20 tahun. Anjing ini bertugas menjaga. Namun, sama seperti kerbau dan monyet, anjing ini cuma minta umurnya 10 tahun. Mendengar permintaan ini, Tuhan pun mengabulkan.
Selanjutnya Tuhan bilang pada manusia, �Kamu manusia, saya kasih umur 25 tahun untuk bersenang-senang, menikmati hidupmu. 25 tahun umur kamu itu tidak perlu kamu bekerja, santai-santai sajalah.
Manusia yang mendengar ini, bilang �Yah, kok saya cuma dikasih umur 25 tahun. Tidak cukup buat saya. Saya mintanya lebih.�
Mendengar permintaan ini, Tuhan pun akhirnya bilang, �Okelah, kamu manusia akan diberikan tambahan umur. Kelebihan dari umur kerbau 30 tahun, kelebihan umur monyet 10 tahun dan kelebihan umur anjing 10 tahun, akan saya berikan ke kamu. Jadi kamu yang awalnya dapat umur 25 tahun, sekarang mendapatkan tambahan umur 50 tahun, jadi 75 tahun.�
Manusia menerima itu.
Akhirnya kehidupan manusia pun berlangsung seperti ini:
25 tahun, masa bersenang-senang, dari sejak kecil sampai sekolah dan menamatkan kuliah.
30 tahun selanjutnya �tambahan dari umur kerbau� (umur 25-55), masa bekerja, memenuhi kebutuhan hidup, bekerja keras tiap hari selama 30 tahun, masuk kerja pagi-pagi, pulangnya sore-sore, seperti �kehidupan kerbau�.
10 tahun selanjutnya �tambahan umur monyet� (umur 55-65), masa mempunyai cucu, menimang cucu. Tersenyum melihat cucu yang manis, menina bobokkan cucu, bermain dengan cucu. Tugasnya "jadi penghibur".
10 tahun selanjutnya �tambahan umur anjing� (umur 65-75), masa "menjaga rumah". Anak-anak dan cucu pergi bekerja dan bersekolah. Saatnya di rumah.
Apakah seperti ini kehidupan yang saya inginkan???
Hidup adalah pilihan

A Piece of Cake


Seorang anak perempuan berkata pada ibunya bahwa yang dihadapinya semua tidak baik.
Dia gagal di ujian matematika... kekasihnya pergi begitu saja... direbut oleh sahabatnya...
Menghadapi kesedihan itu, seorang ibu yang baik tahu untuk mengembalikan semangat anak perempuannya...
“Ibu membuat kue yang lezat,” katanya sambil memeluk anaknya dan mengajak ke dapur, berharap melihat kembali senyum buah hatinya.
Ketika ibunya mempersiapkan bahan-bahan pembuat kue, anaknya duduk di seberang dan memperhatikan dengan seksama.
Ibunya bertanya, “Sayang, kamu mau mama buatkan kue?”
Anaknya menjawab, “Tentu ma. Mama tahu aku suka sekali kue.”
“Baiklah...” kata ibunya, “Ini, minumlah minyak wijen.”
Dengan terkejut anaknya menjawab, “Apa?!? Gak mau!!!”
“Bagaimana kalau kamu makan beberapa telur mentah?”
Terhadap pertanyaan ini anaknya menjawab, “Mama bercanda yah...”
“Bagaimana kalau mencoba segenggam tepung?”
“Gak lah ma... aku bisa sakit perut.”
Kemudian ibunya melanjutkan, “Bahan-bahan ini belum dimasak dan rasanya tidak enak, tapi kalau kamu sudah mencampur dan mengolahnya bersama-sama...
... Ini semua akan menjadi sebuah kue yang lezat !”
Tuhan bekerja dengan cara yang sama.
Saat kita bertanya mengapa DIA membiarkan kita melewati masa-masa sulit, kita tidak menyadari berkat-berkat apa yang tengah DIA siapkan untuk kita.
Hanya DIA yang tahu dan DIA tidak pernah membiarkan kita jatuh.
Kita tidak perlu berkutat pada bahan-bahan mentah yang ada, hanya percayalah padaNYA... Dan kita akan melihat sesuatu yang luar biasa terjadi !
TUHAN begitu mengasihi kita...
DIA mengirimkan bunga-bunga cantik di setiap musim semi tiba...
... DIA membuat matahari terbit setiap pagi...
... Dan tiap saat kita ingin berdoa... DIA selalu ada untuk mendengar!
DIA bisa tinggal di mana saja di alam semesta ini... Tetapi DIA memilih untuk tinggal di hatimu!

Selamat Menikmati "Kue" Yang Indah !

Perangkap Tikus


Sepasang suami dan istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam
"Hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??"
Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah perangkap tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak
"Ada Perangkap Tikus di rumah!!! Di rumah sekarang ada perangkap tikus!!"
Ia mendatangi ayam dan berteriak
"Ada perangkap tikus"
Sang Ayam berkata
"Tuan Tikus..., Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku"
Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak. Lalu sang Kambing pun berkata
"Aku turut bersimpati... tapi maaf, tidak ada yang bisa aku lakukan"
Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama.
"Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali"
Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata
"Ahhh... perangkap tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku"
Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.
Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya yang berbunyi. Menandakan perangkapnya telah memakan korban. Namun ketika melihat perangkap tikusnya, seekor ular berbisa telah terjebak di sana. Ekor ular yang terjepit membuatnya semakin ganas dan menyerang istri si Petani. Walaupun sang Suami berhasil membunuh ular tersebut, namun sang istri tidak sempat tergigit dan teracuni oleh bisa ular tersebut.
Setelah beberapa hari di rumah sakit, sang isteri sudah diperbolehkan pulang. Namun selang beberapa hari kemudian demam tinggi yang tak turun-turun juga. Atas saran kerabatnya, ia membuatkan isterinya sup ayam untuk menurunkan demamnya. Semakin hari bukannya semakin sembuh, justru semakin tinggi demam isterinya. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk diambil hatinya.
Masih! Istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia.
Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga ia harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat. Dari kejauhan Sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat perangkap tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi di rumah itu.
Pesan moral:
Ketika anda mendengar seseorang sedang dalam kesulitan/masalah dan anda mengira itu bukan urusan anda, maka pikirkanlah sekali lagi...

Pemecah Batu


Ada seorang pemecah batu yang melihat seorang kaya.
Iri dengan kekayaan orang itu, tiba-tiba ia berubah menjadi orang kaya.
Ketika ia sedang bepergian dengan keretanya, ia harus memberi jalan kepada seorang pejabat.
Iri dengan status pejabat itu, tiba-tiba ia berubah menjadi seorang pejabat.
Ketika ia meneruskan perjalanannya, ia merasakan panas terik matahari.
Iri dengan kehebatan matahari, tiba-tiba ia berubah menjadi matahari.
Ketika ia sedang bersinar terang, sebuah awan hitam menyelimutinya.
Iri dengan selubung awan, tiba-tiba ia berubah menjadi awan.
Ketika ia sedang berarak di langit, angin menyapunya.
Iri dengan kekuatan angin, tiba-tiba ia berubah menjadi angin.
Ketika ia sedang berhembus, ia tak kuasa menembus gunung.
Iri dengan kegagahan gunung, tiba-tiba ia berubah menjadi gunung.
Ketika ia menjadi gunung, ia melihat ada orang yang memecahnya.
Iri dengan orang itu, tiba-tiba ia terbangun sebagai pemecah batu.
Ternyata itu semua hanya mimpi si pemecah batu.
Karena kita semua saling terkait dan saling tergantung, tidak ada yang betul-betul lebih tinggi atau lebih rendah. Kehidupan ini baik-baik saja... sampai kita mulai membanding-bandingkan.
Kebahagiaan sejati tidaklah terkondisi oleh apa pun.

Paku di Pagar


Anton adalah seorang anak yang memiliki tabiat yang kurang baik. Gampang sekali marah, memaki, ataupun mengomel, kepada siapa saja.
Suatu hari ayahnya memberikan sekantung paku seraya berpesan, setiap kali Anton marah, memaki atau mengomel, ia harus menancapkan sebuah paku pada kayu pagar belakang rumah.
Di hari pertama saja, Anton menancapkan 27 paku.
Hari demi hari berikutnya ia mampu mengurangi jumlah paku yang mesti ditancapkan.
Lama-lama ia menjadi sadar, bahwa ternyata lebih mudah mengendalikan emosinya daripada harus menancapkan paku di pagar belakang rumah.
Ia melaporkan hal itu pada sang ayah.
Setelah itu ayahnya menyarankan, mulai sekarang Anton diharuskan mencopot kembali satu paku setiap kali ia berhasil mengendalikan emosinya.
Pada akhirnya Anton berhasil mencopot semua paku yang tertancap pada kayu pagar tersebut.
Sang ayah kemudian menggandeng Anton melihat pagar kayu.
"Kau telah melakukan sesuatu yang baik anakku. Namun, lihatlah kayu besar ini sekarang berlubang-lubang, tidak mulus lagi. Inilah cermin hidup.
Setiap kemarahan, kegusaran, akan menimbulkan bekas luka di hati orang. Persis seperti bekas-bekas lubang paku pada kayu ini.
Betapapun kita berkali-kali minta maaf, luka itu masih ada."

"Setiap kemarahan akan membuatmu menjadi lebih kecil, sementara memaafkan akan mendorongmu untuk berkembang jauh melebihi ukuranmu."

Mujur atau Malang?


Ada sebuah cerita Cina kuno tentang seorang laki-laki tua yang sikapnya dalam memandang kehidupan berbeda sama sekali dengan orang-orang lain di desanya.
Rupanya laki-laki tua ini hanya mempunyai seekor kuda, dan pada suatu hari kudanya kabur. Para tetangganya datang dan menaruh belas kasihan kepadanya, mengatakan kepadanya betapa mereka ikut sedih karena kemalangan yang menimpanya.
Jawabannya membuat mereka heran.
"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemalangan?" dia bertanya.
Beberapa hari kemudian kudanya pulang, dan ikut bersamanya dua ekor kuda liar. Sekarang si laki-laki tua punya tiga ekor kuda. Kali ini, tetangga-tetangganya mengucapkan selamat atas kemujurannya.
"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemujuran?" dia menjawab.
Pada hari berikutnya, sementara sedang berusaha menjinakkan salah seekor kuda liar, anak laki-lakinya jatuh dan kakinya patah.
Sekali lagi, para tetangga datang, kali ini untuk menghibur si laki-laki tua karena kecelakaan yang menimpa anaknya.
"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemalangan?" dia bertanya.
Kali ini, semua tetangganya menarik kesimpulan bahwa pikiran si tua kacau dan tidak ingin lagi berurusan dengannya.
Walaupun demikian, keesokan harinya penguasa perang datang ke desa dan mengambil semua laki-laki yang sehat untuk dibawa ke medan pertempuran. Tetapi anak si laki-laki tua tidak ikut diambil, sebab tubuhnya tidak sehat!
Kita semua akan menghayati kehidupan yang lebih tenang kalau kita tidak terlalu tergesa-gesa memberikan penilaian kepada peristiwa yang tejadi. Bahkan apa yang paling kita benci, dan yang masih menimbulkan reaksi negatif kalau terpikirkan oleh kita, mungkin memainkan peranan positif dalam hidup kita.
(be proactive: perbesar ruang jeda antara stimulus dan respons..... :)

Kentang


Seorang Ibu Guru taman kanak-kanak (TK) mengadakan sebuah ”permainan”.
Ibu Guru menyuruh tiap muridnya membawa kantong plastik transparan 1 buah dan kentang. Masing-masing kentang tersebut diberi nama berdasarkan nama orang yang dibenci, sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa.... tergantung jumlah orang-orang yang dibenci.
Pada hari yang disepakati masing-masing murid membawa kentang dalam kantong plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru mereka tiap-tiap kentang diberi nama sesuai nama orang yang dibenci. Murid-murid harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi, bahkan ke toilet sekalipun, selama 1 minggu.
Hari berganti hari, kentang-kentang pun mulai membusuk, murid-murid mulai mengeluh, apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat, baunya juga tidak sedap. Setelah 1 minggu murid-murid TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan segera berakhir.
Ibu Guru: “Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu ?”
Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut kemanapun mereka pergi.
Gurupun menjelaskan apa arti dari “permainan” yang mereka lakukan.
Ibu Guru: “Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa memaafkan orang lain. Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk kemana pun kita pergi. Itu hanya 1 minggu. Bagaimana jika kita membawa kebencian itu seumur hidup ? Alangkah tidak nyamannya...”

Kekayaan, Kesuksesan dan Kasih Sayang


Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.
Wanita itu berkata: "Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut".
Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?"
Wanita itu menjawab, "Belum, dia sedang keluar".
"Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suami mu kembali", kata pria itu.
Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini". Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.
"Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama", kata pria itu hampir bersamaan.
"Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.
Salah seseorang pria itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, dan "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-sayang. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu."
Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. "Ohho...menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si KEKAYAAN masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan."
Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, "Sayangku, kenapa kita tak mengundang si KESUKSESAN saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita."
Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baik jika kita mengajak si KASIH-SAYANG yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang."
Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak masuk si KASIH-SAYANG ini ke dalam. Dan malam ini, si KASIH-SAYANG menjadi teman santap malam kita."
Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini."
Si KASIH-SAYANG bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho..ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta.
Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si KEKAYAAN dan si KESUKSESAN. "Aku hanya mengundang si KASIH-SAYANG yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu berdua ikut juga?"
Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang si KEKAYAAN, atau si KESUKSESAN, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si KASIH-SAYANG, maka, kemana pun Kasih-sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta.
Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si KASIH-SAYANG yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini."

Hikayat Harimau dan Serigala


Di sebuah hutan, tinggallah seekor serigala pincang. Hewan itu hidup bersama seekor harimau yang besar berbadan coklat keemasan.
Luka yang di derita serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang di kejar pemburu. Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang telah di bidik malah mengenai kaki belakangnya.
Kini, hewan bermata liar itu tak bisa berburu lagi bersama harimau, dan tinggal di sebuah gua, jauh dari perkampungan penduduk.
Sang harimau pun tahu bagaimana membalas budi.
Setiap selesai berburu, di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walaupun sedikit, sang serigala selalu mendapat bagian daging hewan buruan.
Sang harimau paham, bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah si pemburu.
Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lainnya. Lolongan serigala selalu tampak mengerikan bagi siapapun yang mendengar. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok gua.
Rupanya, peristiwa itu telah sampai pula ke telinga seorang pertapa.
Sang pertapa, tergerak hatinya untuk datang, bersama beberapa orang muridnya. Ia ingin memberikan pelajaran tentang berbagi dan persahabatan, kepada anak didiknya. Ia juga ingin menguji keberanian mereka, sebelum mereka dapat lulus dari semua pelajaran yang diberikan olehnya. Pada awalnya banyak yang takut, namun setelah di tantang, mereka semua mau untuk ikut.
Di pagi hari, berangkatlah mereka semua. Semuanya tampak beriringan, dipandu sang pertapa yang berjalan di depan rombongan. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap.
Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sebongkah daging kepada serigala.
Melihat kejadian itu, sang pertapa bertanya bertanya kepada murid-muridnya, “Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana...?”.
Seorang murid tampak angkat bicara, “Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya. Karena itu, lebih baik aku berdiam saja, karena toh Tuhan akan selalu memberikan rezekinya kepadaku lewat berbagai cara.”
Sang pertapa tampak tersenyum.
Sang murid melanjutkan ucapannya, “Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan.”
Selesai bicara, murid itu kini memandang sang guru. Ia menanti jawaban darinya.
“Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh."
"Berhentilah berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau!”

Garam


Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak.
Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya.
Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan.
"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya...", ujar Pak Tua itu.
"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya.
Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu.
"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah".
Saat anak muda itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?"
"Segar", sahut tamunya.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?" tanya Pak Tua lagi.
"Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam , tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita."
"Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu".
"Jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, tapi buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan".

Dan Ini Pun Akan Berlalu


Seorang petani kaya mati dan meninggalkan kedua putranya.
Sepeninggal ayahnya, kedua putra ini hidup bersama dalam satu rumah. Sampai suatu hari mereka bertengkar dan memutuskan untuk berpisah dan membagi dua harta warisan ayahnya. Setelah harta terbagi, masih tertingal satu kotak yang selama ini disembunyikan oleh ayah mereka.
Mereka membuka kotak itu dan menemukan dua buah cincin di dalamnya, yang satu terbuat dari emas bertahtakan berlian dan yang satu terbuat dari perunggu murah. Melihat cincin berlian itu, timbullah keserakahan sang kakak, dia menjelaskan, “Kurasa cincin ini bukan milik ayah, namun warisan turun-temurun dari nenek moyang kita. Oleh karena itu, kita harus menjaganya untuk anak-cucu kita. Sebagai saudara tua, aku akan menyimpan yang emas dan kamu simpan yang perunggu.”
Sang adik tersenyum dan berkata, “Baiklah, ambil saja yang emas, aku ambil yang perunggu.” Keduanya mengenakan cincin tersebut di jari masing-masing dan berpisah.
Sang adik merenung, “Tidak aneh kalau ayah menyimpan cincin berlian yang mahal itu, tetapi kenapa ayah menyimpan cincin perunggu murahan ini?” Dia mencermati cincinnya dan menemukan sebuah kalimat terukir di cincin itu: INI PUN AKAN BERLALU. “Oh, rupanya ini mantra ayah…,” gumamnya sembari kembali mengenakan cincin tersebut.
Kakak-beradik tersebut mengalami jatuh-bangunnya kehidupan. Ketika panen berhasil, sang kakak berpesta-pora, bermabuk-mabukan, lupa daratan. Ketika panen gagal, dia menderita tekanan batin, tekanan darah tinggi, hutang sana-sini. Demikian terjadi dari waktu ke waktu, sampai akhirnya dia kehilangan keseimbangan batinnya, sulit tidur, dan mulai memakai obat-obatan penenang. Akhirnya dia terpaksa menjual cincin berliannya untuk membeli obat-obatan yang membuatnya kecanduan.
Sementara itu, ketika panen berhasil sang adik mensyukurinya, tetapi dia teringatkan oleh cincinnya: INI PUN AKAN BERLALU. Jadi dia pun tidak menjadi sombong dan lupa daratan.
Ketika panen gagal, dia juga ingat bahwa: INI PUN AKAN BERLALU, jadi ia pun tidak larut dalam kesedihan.
Hidupnya tetap saja naik-turun, kadang berhasil, kadang gagal dalam segala hal, namun dia tahu bahwa tiada yang kekal adanya. Semua yang datang, hanya akan berlalu.
Dia tidak pernah kehilangan keseimbangan batinnya, dia hidup tenteram, hidup seimbang, hidup bahagia.

Arloji yang Hilang


Ada seorang tukang kayu. Suatu saat ketika sedang bekerja, secara tak disengaja arlojinya terjatuh dan terbenam di antara tingginya tumpukan serbuk kayu.
Arloji itu adalah sebuah hadiah dan telah dipakainya cukup lama. Ia amat mencintai arloji tersebut. Karenanya ia berusaha sedapat mungkin untuk menemukan kembali arlojinya. Sambil mengeluh mempersalahkan keteledoran diri sendiri si tukang kayu itu membongkar tumpukan serbuk yang tinggi itu.
Teman-teman pekerja yang lain juga turut membantu mencarinya. Namun sia-sia saja. Arloji kesayangan itu tetap tak ditemukan.
Tibalah saat makan siang. Para pekerja serta pemilik arloji tersebut dengan semangat yang lesu meninggalkan bengkel kayu tersebut.
Saat itu seorang anak yang sejak tadi memperhatikan mereka mencari arloji itu, datang mendekati tumpukan serbuk kayu tersebut. Ia menjongkok dan mencari. Tak berapa lama berselang ia telah menemukan kembali arloji kesayangan si tukang kayu tersebut.
Tentu si tukang kayu itu amat gembira. Namun ia juga heran, karena sebelumnya banyak orang telah membongkar tumpukan serbuk namun sia-sia. Tapi anak ini cuma seorang diri saja, dan berhasil menemukan arloji itu.
"Bagaimana caranya engkau mencari arloji ini ?", tanya si tukang kayu.
"Saya hanya duduk secara tenang di lantai. Dalam keheningan itu saya bisa mendengar bunyi tik-tak, tik-tak. Dengan itu saya tahu di mana arloji itu berada", jawab anak itu.
Keheningan adalah pekerjaan rumah yang paling sulit diselesaikan selama hidup. Sering secara tidak sadar kita terjerumus dalam seribu satu macam 'kesibukan dan kegaduhan'.
Ada baiknya kita menenangkan diri kita terlebih dahulu sebelum mulai melangkah menghadapi setiap permasalahan.

Pada Akhirnya


Bila engkau baik hati, bisa saja orang lain menuduhmu punya pamrih;
tapi bagaimanapun, berbaik hatilah.

Bila engkau jujur dan terbuka, mungkin saja orang lain akan menipumu;
tapi bagaimanapun, jujur dan terbukalah.
Bila engkau mendapat ketenangan dan kebahagiaan, mungkin saja orang lain jadi iri;
tapi bagaimanapun, berbahagialah.
Bila engkau sukses, engkau akan mendapat beberapa teman palsu, dan beberapa sahabat sejati;
tapi bagaimanapun, jadilah sukses.
Apa yang engkau bangun selama bertahun-tahun mungkin saja dihancurkan orang lain hanya dalam semalam;
tapi bagaimanapun, bangunlah.
Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, mungkin saja besok sudah dilupakan orang;
tapi bagaimanapun, berbuat baiklah.
Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu.
Pada akhirnya, engkau akan tahu bahwa ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu.
Ini bukan urusan antara engkau dan mereka.
(Mother Teresa)

Air Mata Mutiara


Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya
sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek.

"Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita,
bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu."
Si ibu terdiam sejenak, "Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi
terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi.
Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir
itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan
sendu dan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan
alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya.
Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya
sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa
sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit
menjadi terasa lebih wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengilap, dan berharga mahal
pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara; air
matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita
bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap
orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.
Pesan moral:
Cerita di atas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong
transendental untuk menjadikan "kerang biasa" menjadi "kerang luar biasa".
Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah
"orang biasa" menjadi "orang luar biasa".

Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka
tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang
bisa mereka masuki: menjadi `kerang biasa' yang disantap orang, atau menjadi
kerang yang menghasilkan mutiara'. Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil
pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih
sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja'.

Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka
karena orang-orang di sekitar kamu cobalah utk tetap tersenyum dan tetap
berjalan di lorong tersebut, dan sambil katakan di dalam hatimu... "Airmataku
diperhitungkan Tuhan.. dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara."
    101 Cara Mengatasi Stress
    Courtesy of the Tripler Army Medical Center, Honolulu, Hawaii
    1. Bangunlah 15 menit lebih awal
    2. Mempersiapkan untuk pagi malam sebelumnya
    3. Hindari pakaian ketat
    4. Hindari bergantung pada bahan-bahan kimia
    5. Atur janji ke depan
    6. Jangan mengandalkan memori Anda ... tuliskanlah
    7. Praktekkan pemeliharaan preventif
    8. Membuat duplikat kunci
    9. Berkata "tidak" lebih sering
    10. Menetapkan prioritas dalam hidup Anda
    11. Hindari orang-orang negatif
    12. Menggunakan waktu dengan bijak
    13. Sederhanakan waktu makan
    14. Selalu membuat salinan surat-surat penting
    15. Mengantisipasi kebutuhan Anda
    16. Perbaiki apa pun yang tidak bekerja dengan benar
    17. Meminta bantuan untuk pekerjaan yang tidak Anda sukai
    18. Bagilah tugas besar menjadi bagian kecil yang dapat dikerjakan
    19. Lihatlah masalah sebagai tantangan
    20. Lihatlah tantangan yang berbeda
    21. Variasikan hidup anda
    22. Senyum
    23. Bersiaplah untuk hujan
    24. Menggelitik bayi
    25. Pelihara anjing yang ramah / kucing
    26. Tidak harus tahu semua jawaban
    27. Ambil hikmah dari segalanya
    28. Katakanlah sesuatu yang baik untuk seseorang
    29. Mengajarkan seorang anak untuk terbangkan layang-layang
    30. Berjalan dalam hujan
    31. Jadwal waktu bermain dalam setiap hari
    32. Mandi dengan sabun gelembung
    33. Sadar akan keputusan yang Anda buat
    34. Percayalah pada diri sendiri
    35. Berhenti mengatakan hal-hal negatif pada diri sendiri
    36. Visualisasikan diri Anda menang
    37. Kembangkan rasa humor
    38. Berhenti berpikir besok akan menjadi lebih baik hari ini
    39. Memiliki tujuan untuk diri sendiri
    40. Menari
    41. Katakanlah "halo" kepada orang asing
    42. Mintalah seorang teman untuk memeluk
    43. Menatap bintang-bintang
    44. Praktek bernapas perlahan
    45. Belajarlah untuk bersiul sebuah lagu
    46. Membaca puisi
    47. Mendengarkan simfoni
    48. Menonton balet
    49. Baca cerita meringkuk di tempat tidur
    50. Melakukan hal baru
    51. Menghentikan kebiasaan buruk
    52. Belilah bunga
    53. Luangkan waktu untuk bunga-bunga kecil
    54. Cari dukungan dari orang lain
    55. Meminta seseorang untuk menjadi partner
    56. Lakukan sekarang
    57. Bekerja dg ceria dan optimis
    58. Letakkan keselamatan pd yang pertama
    59. Melakukan segala sesuatu dg moderasi
    60. Perhatikan penampilan Anda
    61. TIDAK berusaha untuk kesempurnaan
    62. Regangkan batas-batas anda sedikit setiap hari
    63. Lihatlah karya seni
    64. Bersenandung jingle
    65. Menjaga berat
    66. Menanam pohon
    67. Memberi makan burung-burung
    68. Berlatih hidup di bawah tekanan
    69. Berdiri dan meregangkan
    70. Selalu punya rencana "B"
    71. Belajar doodle baru
    72. Hafalkan lelucon
    73. Bertanggung jawab atas perasaan-perasaan Anda
    74. Belajar untuk memenuhi kebutuhan Anda sendiri
    75. Menjadi pendengar yang lebih baik
    76. Kenali keterbatasan anda dan biarkan orang lain tahu
    77. Beritahu seseorang untuk memiliki hari yang baik
    78. Melempar pesawat kertas
    79. Latihan setiap hari
    80. Mempelajari kata-kata untuk lagu baru
    81. Bekerja lebih pagi
    82. Membersihkan salah satu lemari
    83. Bermain kue dengan balita
    84. Pergi piknik
    85. Ambil rute yang berbeda untuk bekerja
    86. Cuti kerja lebih awal (dengan izin)
    87. Masukkan penyegar udara dalam mobil Anda
    88. Menonton film dan makan popcorn
    89. Menulis catatan untuk seorang teman jauh
    90. Pergi ke permainan bola dan berteriak
    91. Memasak makanan dan memakannya di bawah cahaya lilin
    92. Mengenali pentingnya cinta tak bersyarat
    93. Ingat bahwa stres adalah suatu sikap
    94. Membuat jurnal
    95. Berlatih senyum lebar
    96. Ingatlah Anda selalu memiliki pilihan
    97. Memiliki jaringan dukungan orang, tempat dan hal-hal
    98. Berhenti berusaha untuk memperbaiki orang lain
    99. Cukup tidur
    100. Bicara lebih sedikit dan lebih banyak mendengarkan
    101. Pujilah orang lain









Tiga Pintu Kebijaksanaan


Seorang Raja, mempunyai anak tunggal yg pemberani, terampil dan pintar. Untuk menyempurnakan pengetahuannya, ia mengirimnya kepada seorang pertapa bijaksana.
"Berikanlah pencerahan padaku tentang Jalan Hidupku" Sang Pangeran meminta.
"Kata-kataku akan memudar laksana jejak kakimu di atas pasir", ujar Pertapa.
"Saya akan berikan petunjuk padamu, di Jalan Hidupmu engkau akan menemui 3 pintu. Bacalah kata-kata yang tertulis di setiap pintu dan ikuti kata hatimu."
Sekarang pergilah sang Pertapa menghilang dan Pangeran melanjutkan perjalanannya. Segera ia menemukan sebuah pintu besar yang di atasnya tertulis kata "UBAHLAH DUNIA"
"Ini memang yang kuinginkan" pikir sang Pangeran. "Karena di dunia ini ada hal-hal yang aku sukai dan ada pula hal-hal yang tak kusukai. Aku akan mengubahnya agar sesuai keinginanku"
Maka mulailah ia memulai pertarungannya yang pertama, yaitu mengubah dunia. Ambisi, cita-cita dan kekuatannya membantunya dalam usaha menaklukkan dunia agar sesuai hasratnya. Ia mendapatkan banyak kesenangan dalam usahanya tetapi hatinya tidak merasa damai. Walau sebagian berhasil diubahnya tetapi sebagian lainnya menentangnya.
Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari, ia bertemu sang Pertapa kembali.
"Apa yang engkau pelajari dari Jalanmu ?" Tanya sang Pertapa
"Aku belajar bagaimana membedakan apa yang dapat klakukan dengan kekuatanku dan apa yang di luar kemampuanku, apa yang tergantung padaku dan apa yang tidak tergantung padaku" jawab Pangeran
"Bagus! Gunakan kekuatanmu sesuai kemampuanmu. Lupakan apa yang diluar kekuatanmu, apa yang engkau tak sanggup mengubahnya" dan sang Pertapa menghilang.
Tak lama kemudian, sang Pangeran tiba di Pintu kedua yang bertuliskan "UBAHLAH SESAMAMU"
"Ini memang keinginanku" pikirnya. "Orang-orang di sekitarku adalah sumber kesenangan, kebahagiaan, tetapi mereka juga yang mendatangkan derita, kepahitan dan frustrasi"
Dan kemudian ia mencoba mengubah semua orang yang tak disukainya. Ia mencoba mengubah karakter mereka dan menghilangkan kelemahan mereka. Ini menjadi pertarungannya yang kedua.
Tahun-tahun berlalu, kembali ia bertemu sang Pertapa.
"Apa yang engkau pelajari kali ini?"
"Saya belajar, bahwa mereka bukanlah sumber dari kegembiraan atau kedukaanku, keberhasilan atau kegagalanku. Mereka hanya memberikan kesempatan agar hal-hal tersebut dapat muncul. Sebenarnya di dalam dirikulah segala hal tersebut berakar"
"Engkau benar" Kata sang Pertapa. "Apa yang mereka bangkitkan dari dirimu, sebenarnya mereka mengenalkan engkau pada dirimu sendiri.
Bersyukurlah pada mereka yang telah membuatmu senang & bahagia dan bersyukur pula pada mereka yang menyebabkan derita dan frustrasi.
Karena melalui mereka lah, Kehidupan mengajarkanmu apa yang perlu engkau kuasai dan jalan apa yang harus kau tempuh"
Kembali sang Pertapa menghilang.
Kini Pangeran sampai ke pintu ketiga "UBAHLAH DIRIMU"
"Jika memang diriku sendiri lah sumber dari segala problemku, memang disanalah aku harus mengubahnya". Ia berkata pada dirinya sendiri.
Dan ia memulai pertarungannya yang ketiga. Ia mencoba mengubah karakternya sendiri, melawan ketidak sempurnaannya, menghilangkan kelemahannya, mengubah segala hal yg tak ia sukai dari dirinya, yang tak sesuai dengan gambaran ideal.
Setelah beberapa tahun berusaha, dimana sebagian ia berhasil dan sebagian lagi gagal dan ada hambatan, Pangeran bertemu sang Pertapa kembali.
"Kini apa yang engkau pelajari ?"
"Aku belajar bahwa ada hal-hal di dalam diriku yang bisa ditingkatkan dan ada yang tidak bisa saya ubah"
"Itu bagus" ujar sang pertapa. "Ya" lanjut Pangeran, "tapi saya mulai lelah untuk bertarung melawan dunia, melawan setiap orang dan melawan diri sendiri. Tidakkah ada akhir dari semuai ini ? Kapan saya bisa tenang ? Saya ingin berhenti bertarung, ingin menyerah, ingin meninggalkan semua ini !"
"Itu adalah pelajaranmu berikutnya" ujar Pertapa. Tapi sebelum itu, balikkan punggungmu dan lihatlah Jalan yang telah engkau tempuh". Dan ia pun menghilang.
Ketika melihat ke belakang, ia memandang Pintu Ketiga dari kejauhan dan melihat adanya tulisan di bagian belakangnya yang berbunyi "TERIMALAH DIRIMU".
Pangeran terkejut karena tidak melihat tulisan ini ketika melalui pintu tsb.
"Ketika seorang mulai bertarung, maka ia mulai menjadi buta" katanya pada dirinya sendiri.
Ia juga melihat, bertebaran di atas tanah, semua yang ia campakkan, kekurangannya, bayangannya, ketakutannya. Ia mulai menyadari bagaimana mengenali mereka, menerimanya dan mencintainya apa adanya.
Ia belajar mencintai dirinya sendiri dan tidak lagi membandingkan dirinya dengan orang lain, tanpa mengadili, tanpa mencerca dirinya sendiri.
Ia bertemu sang Pertapa, dan berkata "Aku belajar, bahwa membenci dan menolak sebagian dari diriku sendiri sama saja dengan mengutuk untuk tidak pernah berdamai dengan diri sendiri. Aku belajar untuk menerima diriku seutuhnya, secara total dan tanpa syarat."
"Bagus, itu adalah Pintu Pertama Kebijaksanaan" , ujar Pertapa. "Sekarang engkau boleh kembali ke Pintu Kedua"
Segera ia mencapai Pintu Kedua, yang tertulis di sisi belakangnya "TERIMALAH SESAMAMU"
Ia bisa melihat orang-orang di sekitarnya, mereka yang ia suka dan cintai, serta mereka yang ia benci. Mereka yang mendukungnya, juga mereka yang melawannya.
Tetapi yang mengherankannya, ia tidak lagi bisa melihat ketidaksempurnaan mereka, kekurangan mereka. Apa yang sebelumnya membuat ia malu dan berusaha mengubahnya.
Ia bertemu sang Pertapa kembali, "Aku belajar" ujarnya "Bahwa dengan berdamai dengan diriku, aku tak punya sesuatupun untuk dipersalahkan pada orang lain, tak sesuatupun yg perlu ditakutkan dari merela. Aku belajar untuk menerima dan mencintai mereka, apa adanya.
"Itu adalah Pintu Kedua Kebijaksanaan" ujar sang Pertapa,
"Sekarang pergilah ke Pintu Pertama"
Dan di belakang Pintu Pertama, ia melihat tulisan "TERIMALAH DUNIA"
"Sungguh aneh" ujarnya pada dirinya sendiri "Mengapa saya tidak melihatnya sebelumnya". Ia melihat sekitarnya dan mengenali dunia yang sebelumnya berusaha ia taklukan dan ia ubah.
Sekarang ia terpesona dengan betapa cerah dan indahnya dunia. Dengan kesempurnaannya.
Tetapi, ini adalah dunia yang sama, apakah memang dunia yang berubah atau cara pandangnya?
Kembali ia bertemu dengan sang Pertapa : "Apa yang engkau pelajari sekarang ?"
"Aku belajar bahwa dunia sebenarnya adalah cermin dari jiwaku. Bahwa Jiwaku tidak melihat dunia melainkan melihat dirinya sendiri di dalam dunia. Ketika jiwaku senang, maka dunia pun menjadi tempat yang menyenangkan. Ketika jiwaku muram, maka dunia pun kelihatannya muram.
Dunia sendiri tidaklah menyenangkan atau muram. Ia ADA, itu saja.
Bukanlah dunia yang membuatku terganggu, melainkan ide yang aku lihat mengenainya. Aku belajar untuk menerimanya tanpa menghakimi, menerima seutuhnya, tanpa syarat.
"Itu Pintu Ketiga Kebijaksanaan" ujar sang Pertapa. "Sekarang engkau berdamai dengan dirimu, sesamamu dan dunia" Sang pertapa pun menghilang.
Sang pangeran merasakan aliran yang menyejukkan dari kedamaian, ketentraman, yang berlimpah merasuki dirinya. Ia merasa hening dan damai.